Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyalur Kedelai Bentuk PPKN, Siap Suarakan Aspirasi Perajin Tempe dan Tahu

Kompas.com - 02/03/2023, 15:48 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Penyalur Kedelai Nasional (PPKN) resmi dibentuk yang keanggotaanya terdiri dari 100 penyalur kedelai dan 5.000 perajin tempe dan tahu seluruh Indonesia.

Ketua PPKN Darmini Lesmana mengatakan PPKN memiliki komitmen dalam mengkoordinir distribusi kedelai dan juga berkontribusi mendukung bisnis para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri kedelai.

"Keberadaan PPKN selain menghimpun dan mengkoordinasikan semua pelaku usaha yang berkaitan dengan industri kedelai dan turunannya, juga menjadi jembatan dalam menyuarakan aspirasi," ujarnya saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Baca juga: Bapanas Minta Gakoptindo Beli Kedelai Sesuai HAP

Lebih lanjut dia mengatakan, PPKN akan berkolaborasi dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menjalankan program-program terkait industri kedelai secara berkeadilan, transparan dan menghindari terjadinya praktik usaha tidak sehat dari pihak-pihak tertentu.

“PPKN optimistis, semua program-program yang dijalankan dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak,” jelas Darmini.

Sementara itu, Wakil Ketua PPKN Teguh Kurnia Gunawan berharap PPKN bisa menjembatani program pemerintah terlaksana dan manfaatnya bisa dirasakan oleh penyalur kedelai hingga perajin tahu tempe.

Misalnya program subsidi kedelai yang digulirkan pemerintah dalam rangka membantu perajin tahu tempe bisa membeli harga kedelai dengan murah.

Baca juga: Anggaran Turun, Kementan Pangkas Lahan Tanam Kedelai 2023


Teguh menjelaskan selama ini pemerintah hanya mengajak Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) untuk terlibat dalam penyerapan subsidi kedelai. Dia berharap PPKN bisa terlibat ke depannya.

"Kan selama ini Gakoptindo yang mendapatkan subsidi pemerintah. Kita meminta keadilan itu saja, kalau kita diberikan kesempatan dan kepercayaan dari pemerintah kita jalani. Dan kita akan membantu penyerapan subsidi kedelai jauh lebih maksimal karena makin banyak elemen-elemen yang dipakai," ujar dia.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan, secara prinsip sebenarnya siapa pun bisa membentuk asosiasi. Sebab menurut dia dengan adanya asosiasi bisa memudahkan para anggotanya untuk menyuarakan kepentingan mereka dan pemerintah juga lebih mudah dalam menjalankan program-programnya.

Baca juga: Skema Subsidi Kedelai Bakal Diubah, Bulog Ikut Perintah Pemerintah

"Nah dengan adanya PPKN mereka berkumpul dalam satu wadah dimana pedagang dan distributor berkumpul dan memudahkan kita taktala saat mengambil kebijakan, mengintervensi pasar atau ingin mengetahui kondisi pasar. Mereka bisa memberikan data yang ril, tepat dengan adanya data yang tepat kita lebih mudah mengambil kebijakan," jelas Ketut.

Menurut dia, sah-saha saja jika PPK mengajukan diri untuk mendapatkan jatah sebagai penyalur kedelai subsidi. Namun keputusan ada di tangan pemerintah.

"Kalau mereka mengusulkan boleh tapi tentu kami putuskan. Karena ada indikator, apa sisi posisitif dan negatif kalau menyalurkan dengan mereka kita kan punya Bulog. Artinya PPKN harus bisa mengendalikan harga dan anggotanya," jelas dia.

Baca juga: Mendag Sebut Harga Kedelai Segera Turun Jadi Rp 11.000 Per Kg

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com