Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry MP Siahaan
Advokat, Peneliti, dan Dosen

Advokat, peneliti, dan dosen

Defisit Bawang Putih yang Tak Pernah Digubris

Kompas.com - 06/03/2023, 10:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Secara teoritik, pembatasan biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan.

Misalnya, Amerika Serikat membatasi impor keju. Hanya perusahaan-perusahaan dagang tertentu yang diizinkan mengimpor keju, masing-masing diberikan jatah untuk mengimpor sejumlah tertentu setiap tahun, tak boleh melebihi jumlah maksimal yang telah ditetapkan.

Besarnya kuota untuk setiap perusahaan didasarkan pada jumlah keju yang diimpor pada tahun-tahun sebelumnya.

Karena berangkat dari filosofi dan teori yang sama, bawang putih diperlakukan dengan kebijakan yang sama, yakni kuota impor.

Selama ini, untuk bawang putih, kuota impor diberikan kepada sejumlah perusahaan yang disaring oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), berdasarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian (Kementan).

Sejak 2017, Kementan menetapkan sejumlah syarat bagi "calon" importir bawang putih agar bisa masuk daftar RIPH. Satu di antaranya, importir wajib membuka kebun bawang putih, paling kurang lima persen dari jumlah yang akan diimpor.

Jadi sangat wajar mengapa dalam beberapa tahun terakhir, bermunculan beberapa kebun bawang putih di tanah air, terutama di daerah beriklim sejuk seperti Temanggung dan Wonosobo di Jawa Tengah; lereng Gunung Ijen di Jawa Timur; dan kawasan Sembalun di lereng timur Gunung Rinjani, di Lombok, NTB.

Izin impor bawang putih diterbitkan secara bertahap, bergantung kebutuhan. Siapa saja importir yang mengantongi izin impor per tahun sejak dulu tidak diketahui dengan detail.

Dari berita yang beredar, beberapa tahun lalu, Kemendag sempat mengumumkan tujuh perusahaan yang menerima izin impor untuk 100.000 ton yang merupakan "kloter pertama" dari impor bawang putih tahun 2019.

Itupun dilakukan karena impor bawang putih memakan korban, yakni ditangkapnya salah satu politisi PDIP, Nyoman Dhamantra, yang saat itu masih menjabat sebagai anggota DPR oleh KPK atas kasus ijin impor bawang putih.

Padahal, dengan jumlah kebutuhan yang jauh di bawah bawang merah, beras, gula, dan garam, bawang putih semestinya tidak memerlukan impor.

Tapi apa hendak dikata, kemauan politik sudah hilang sedari dulu, dilenyapkan oleh jurus maut para oligar importir.

Walhasil, bawang putih yang kita konsumsi harus didatangkan dari lahan petani negara lain, tanpa memberi peluang sedikitpun kepada petani kita untuk memproduksinya.

Sungguh sangat kontras dengan janji Presiden Jokowi sejak pertama kali berkuasa tahun 2014, yang menekankan urgensi ketahanan bahan pangan nasional dalam menghadapi situasi ekonomi dunia yang semakin tak pasti.

Bahkan Presiden Jokowi pada pertengahan tahun lalu, mengatakan bahwa pemerintah menjamin ketercukupan pangan dalam negeri di tengah ancaman krisis dunia.

Salah satu caranya adalah dengan peningkatan produksi pertanian domestik melalui pemanfaatan varietas-varietas unggul padi, intensifikasi, maupun ekstensifikasi, ucap beliau saat menerima penghargaan dari Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI) tahun lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com