Kritik terkeras terhadap konsep kepuasan pelanggan disampaikan oleh Williams dan Visser (2003). Mereka menyampaikan bahwa konsep kepuasan pelanggan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi bisnis masa kini.
Kepuasan pelanggan dianalisis dari perspektif investor, CEO, manajer lini dan pelanggan.
Di mata investor, aset tak berwujud seperti modal intelektual, struktur pengetahuan dan customer relationships dianggap lebih berharga daripada kepuasan pelanggan.
Investor meyakini bahwa pembelian kembali dan bukan kepuasan pelanggan yang membangun relationships.
Perusahaan dituntut untuk menciptakan “penghalang” agar pelanggan tak mudah berpaling ke pesaing, tapi tidak dengan tingkat kepuasan.
Contohnya Microsoft yang mengalami banyak ketidakpuasan pelanggan, tetapi merupakan salah satu merek yang terbesar dan paling sukses di dunia.
Bagi CEO, mereka hanya menghabiskan sedikit waktu untuk pelanggan. Mereka lebih fokus pada bonus dan harga saham perusahaannya. Dengan itu mereka akan memperoleh lebih banyak apresiasi.
Hal serupa juga dialami oleh manajer lini. Mereka lebih peduli pada faktor-faktor yang akan memengaruhi bonus dan kesempatan promosi. Konsekuensinya, pencapaian target keuangan adalah prinsip yang penting.
Di mata manajer, pelanggan adalah aset potensial yang diperlukan untuk dikelola dan dipelihara. Maka studi mengenai profitabilitas pelanggan banyak dilakukan.
Manajer fokus pada pelanggan yang menguntungkan dan “membuang” pelanggan yang tidak menguntungkan.
Dari sisi pelanggan, ada tiga alasan mengapa kepuasan pelanggan tidak lagi relevan. Pertama, sulit untuk diukur; kedua, sedikit keterkaitan dengan perilaku aktual; dan ketiga, teknologi mutakhir memungkinkan untuk merekam perilaku aktual dari pelanggan, tidak dengan mengukur kepuasan pelanggan.
Hasil riset menunjukkan bahwa pelanggan yang paling loyal adalah mereka yang suka mengajukan komplain.
Sekalipun William dan Visser tidak memercayai relevansi kepuasan pelanggan dengan kondisi bisnis terkini, ironisnya mereka masih meyakini konsep ini tetap memiliki tingkat kepentingannya. Dalam pemasaran modern, perilaku individu adalah kunci.
Kritik terhadap konsep kepuasan pelanggan dan implikasinya terhadap perusahaan modern tentu tidak menyurutkan semangat pebisnis untuk menerapkan konsep pemasaran yang sesungguhnya.
Ada tiga hal yang patut diperhatikan pebisnis. Pertama, pebisnis selayaknya menguji kembali keterkaitan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan di perusahaannya.