Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Belajar dari Pencapaian "Gelombang Baru" China

Kompas.com - 24/04/2023, 10:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

CHINA adalah negara yang paling sering saya kunjungi, atau cap imigrasinya paling banyak menempel di paspor saya. Di antaranya untuk menghadiri conference maupun sakadar traveling.

Sering melawat, menjadikan saya berkesempatan bertemu dan berdiskusi langsung dengan sejumlah pengusaha muda China. Mendengar dan melihat langsung pencapaian mereka.

Belajar bagaimana China benar-benar memberikan perhatian bagi tumbuh dan berkembangnya kewirausahaan muda tentu saja menjadi penting. Sesuatu yang seharusnya bangsa ini lakukan untuk lebih kompetitif dan berdaya saing.

Terkait itu pula, catatan ini dibuat. Sehingga kita, terutama generasi muda dapat belajar dari proses dan pencapaian Negeri Tirai Bambu itu. Negara yang telah maju tidak saja kuantitas, tapi juga kualitas.

Mari kita baca dan pelajari. Akhir Maret 2010, dunia dikejutkan ketika produsen mobil asal China, Zhejiang Geely Holding Group mengumumkan mengakuisisi Volvo, salah satu perusahaan angkutan tertua dari Swedia.

Perusahaan yang sama juga mengambil alih kepemilikan brand mobil bersejarah asal Inggris, Lotus, dan telah pula menggarap Proton, dengan membeli hampir separuh saham milik pabrikan asal Malaysia itu pada 2017.

Dunia pernah dibuat terbelalak ketika Lenovo yang dimotori para alumni University of Chinese Academy of Sciences (UCAS) kemudian mengambil alih dominasi raksasa komputer dari Amerika Serikat, IBM.

Apalagi ketika China mampu menciptakan processor yang lebih hebat dari Intel sehingga mereka secara mandiri bisa menghasilkan produk Magnetic Resonance Imaging (MRI) kelas dunia. Produk itu lahir dari dapur riset di UCAS.

China punya lebih dari 17 juta mahasiswa yang mayoritas mengambil jurusan sains dan teknik. Tiap tahun tak kurang dari 325.000 insinyur dihasilkan dari berbagai perguruan tinggi.

Mereka bahkan rela mengeluarkan 60 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 780 triliun per tahun, untuk riset dan pengembangan. Hampir semua laboratorium China fokus mendukung inovasi untuk menghasilkan produk yang bagus dan murah.

Kemajuan China sekarang tak lepas dari semangat kemandirian dari kaum terpelajarnya yang merupakan komunitas elite. Karena hanya ada segelintir sarjana S1 dari total populasi mereka.

Itu pula mengapa setiap kesempatan menjadi sarjana, benar-benar dimaksimalkan oleh para generasi mudanya, untuk ambil bagian demi membawa peradaban China ke tingkat yang lebih tinggi.

Ilustrasi Shanghai di China.Dok. Pixabay/Hyungnam Park Ilustrasi Shanghai di China.
China punya semacam ‘Silicon Valley’, yaitu kawasan industri teknologi di Qingdao. Hebatnya, kota nelayan itu juga punya Laoshan yang merupakan kawasan indah berhawa sejuk yang ditetapkan sebagai kawasan Industri High Tech.

Di kawasan itulah berdiri berbagai perusahaan berteknologi tinggi yang melakukan inovasi di bidang Information Technology (IT). Mereka terhubung dengan lebih dari 100 kampus terbaik di China dan beberapa lembaga riset.

Dari business software IT saja wilayah ini menghasilkan devisa lebih dari 40 miliar dollar AS per tahun. Jumlah atau angka yang lebih besar dari pendapatan sektor migas Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com