CHINA adalah negara yang paling sering saya kunjungi, atau cap imigrasinya paling banyak menempel di paspor saya. Di antaranya untuk menghadiri conference maupun sakadar traveling.
Sering melawat, menjadikan saya berkesempatan bertemu dan berdiskusi langsung dengan sejumlah pengusaha muda China. Mendengar dan melihat langsung pencapaian mereka.
Belajar bagaimana China benar-benar memberikan perhatian bagi tumbuh dan berkembangnya kewirausahaan muda tentu saja menjadi penting. Sesuatu yang seharusnya bangsa ini lakukan untuk lebih kompetitif dan berdaya saing.
Terkait itu pula, catatan ini dibuat. Sehingga kita, terutama generasi muda dapat belajar dari proses dan pencapaian Negeri Tirai Bambu itu. Negara yang telah maju tidak saja kuantitas, tapi juga kualitas.
Mari kita baca dan pelajari. Akhir Maret 2010, dunia dikejutkan ketika produsen mobil asal China, Zhejiang Geely Holding Group mengumumkan mengakuisisi Volvo, salah satu perusahaan angkutan tertua dari Swedia.
Perusahaan yang sama juga mengambil alih kepemilikan brand mobil bersejarah asal Inggris, Lotus, dan telah pula menggarap Proton, dengan membeli hampir separuh saham milik pabrikan asal Malaysia itu pada 2017.
Dunia pernah dibuat terbelalak ketika Lenovo yang dimotori para alumni University of Chinese Academy of Sciences (UCAS) kemudian mengambil alih dominasi raksasa komputer dari Amerika Serikat, IBM.
Apalagi ketika China mampu menciptakan processor yang lebih hebat dari Intel sehingga mereka secara mandiri bisa menghasilkan produk Magnetic Resonance Imaging (MRI) kelas dunia. Produk itu lahir dari dapur riset di UCAS.
China punya lebih dari 17 juta mahasiswa yang mayoritas mengambil jurusan sains dan teknik. Tiap tahun tak kurang dari 325.000 insinyur dihasilkan dari berbagai perguruan tinggi.
Mereka bahkan rela mengeluarkan 60 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 780 triliun per tahun, untuk riset dan pengembangan. Hampir semua laboratorium China fokus mendukung inovasi untuk menghasilkan produk yang bagus dan murah.
Kemajuan China sekarang tak lepas dari semangat kemandirian dari kaum terpelajarnya yang merupakan komunitas elite. Karena hanya ada segelintir sarjana S1 dari total populasi mereka.
Itu pula mengapa setiap kesempatan menjadi sarjana, benar-benar dimaksimalkan oleh para generasi mudanya, untuk ambil bagian demi membawa peradaban China ke tingkat yang lebih tinggi.
Di kawasan itulah berdiri berbagai perusahaan berteknologi tinggi yang melakukan inovasi di bidang Information Technology (IT). Mereka terhubung dengan lebih dari 100 kampus terbaik di China dan beberapa lembaga riset.
Dari business software IT saja wilayah ini menghasilkan devisa lebih dari 40 miliar dollar AS per tahun. Jumlah atau angka yang lebih besar dari pendapatan sektor migas Indonesia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.