Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Pakaian Bekas "Menjerit", Sebut Pemerintah Pembohong

Kompas.com - 07/06/2023, 08:48 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah berjanji memberikan berbagai solusi kepada pedagang pakaian bekas impor yang terdampak adanya larangan penjualan produk tersebut.

Mulai dari memasok produk lokal ke pedagang pakaian bekas impor hingga fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) perbankan agar pedagang memiliki modal usaha.

Namun, Ketua Umum Himpunan Pedagang Pakaian Impor Indonesia (HPPII) Effendy mengungkapkan, hingga saat ini para pedagang pakaian bekas belum menikmati janji pemerintah tersebut.

"Bohong, hanya janji palsu. Pemerintah belum memberikan alternatif apapun kepada kami setelah pertemuan dengan kami waktu itu di Pasar Senen. Malahan sekarang ini masih di tangkap-tangkapin. Kemarin yang terbaru ditangkap di Medan, ada sekitar 120 kuintal," ujar Effendy saat demo di Kementerian Perdagangan, Selasa (6/6/2023).

Baca juga: Pedagang Pakaian Bekas Impor Demo, Sebut Enggak Masalah Bayar Pajak

Selain itu dia menuturkan, stok pakaian bekas di Pasar Senen semakin menipis. Tak sedikit juga pedagang yang menjerit karena bingung harus menjual apa setelah stok di gudang penyimpanan kosong dalam beberapa bulan ke depan.

Effendy juga mengatakan, barang-barang yang dijual di Pasar Senen bukan lagi kualitas baru melainkan barang kualitas rendah.

"Stok kita sekarang sudah menipis. Barang dijual kepada pedagang itu sudah pada habis yang tersisa hanyalah barang sisa, barang-barang sisa ini bukannya enggak laku tapi lama lakunya. Nah kalau misalnya barang-barang udah abis kita bingung mau jualan apa karena kami tidak boleh impor," kata dia.

Baca juga: Pedagang Pakaian Bekas Impor: Kalau Thrifting Bawa Virus, Saya Sudah Mati


Stok menipis

Salah satu pedagang pakaian bekas, Rizal, mengaku saat ini stok dagangannya sisa sedikit. Ia memprediksi stoknya tersebut bisa habis dalam satu bulan ke depan. Artinya, setelah itu dia tidak bisa jualan lagi.

"Sekarang saya sudah tidak punya stok lagi di gudang. Sudah habis. Kalo ada pun hanya tersisa satu sampai 1-2 bal saja cuma bisa dalam hitungan bulan ini langsung habis," ucapnya.

Rizal mengatakan, dia sengaja tidak membeli barang baru lagi lantaran tidak diperbolehkan membeli baju bekas impor. Jikapun ada, menurut dia, yang menyediakan adalah oknum-oknum nakal dan menjual dengan harga tinggi mencapai Rp 1 juta-2 juta per bal.

Baca juga: Siang Ini Pedagang Pakaian Bekas Bakal Demo Kemendag, Ini Tuntutannya

"Saya juga sekarang tidak tahu ada barang masuk atau enggak. Cuma (kalau ada) harga impor sekarang sudah tinggi, sudah enggak kuat saya belinya. Kemarin ada sih yang masuk cuma harganya sudah tinggi satu bal itu Rp 1-2 juta," tuturnya.

Oleh karena itu, Rizal menuturkan pihaknya meminta pemerintah melegalkan penjualan barang thrifting ini dan siap untuk membayar pajak seperti pedagang UMKM lainnya.

"Makanya kami minta untuk thrifting ini dilegalkan. Kami mau kok bayar pajak asalkan jualan kami ini dilegalkan," pungkasnya.

Baca juga: Sanksi Bagi Importir dan Pelaku Usaha Pakaian Bekas Impor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com