Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Cucun Ahmad Syamsurijal
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Urgensi "Escape Clause" dalam APBN

Kompas.com - 12/06/2023, 11:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika kita membandingkan rasio stimulus fiskal dengan Produk Domestik Bruto (PDB), maka kita akan mengetahui bahwa stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah untuk menghadapi turbulensi ekonomi akibat pandemi Covid-19 tidak begitu besar.

Paket stimulus fiskal yang pertama senilai Rp 33,2 triliun atau hanya 0,2 persen dari PDB. Kemudian pada Maret 2020, pemerintah menambah paket kebijakan stimulus fiskal menjadi sebesar Rp 405 triliun atau 2,6 persen dari PDB.

Selanjutnya secara berturut-turut pemerintah menambah stimulus fiskal sehingga total stimulus fiskal yang telah dikeluarkan pemerintah sampai akhir 2020, mencapai Rp 695,2 triliun atau hanya 4,3 persen dari PDB.

Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara Jepang yang lebih dari 20 persen PDB, Malaysia 17 persen PDB, Australia 16,4 persen PDB, dan Singapura 12 persen dari PDB.

Namun menariknya, stimulus fiskal yang kecil tersebut mampu meredam penyebaran virus Covid-19 secara signifikan.

Bahkan dengan anggaran yang terbatas tersebut pemerintah mampu meredam dampak negatif ekonominya.

Resesi ekonomi yang terjadi di Indonesia akibat pandemi tersebut tidak seburuk negara-negara lainnya. Kontraksi ekonomi yang terjadi di Indonesia pada 2020, hanya sebesar -2,1 persen, jauh lebih baik dari negara-negara tersebut.

Berkaca dari keberhasilan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa masing-masing kebijakan tidak bisa berdiri sendiri.

Kebijakan automatic stabilization harus disandingkan dengan kebijakan diskresioner supaya menghasilkan efek yang lebih besar.

Namun sejauh ini, dalam undang-undang keuangan negara Indonesia, Indonesia belum secara eksplisit menganut kombinasi kebijakan automatic stabilization dan diskrosioner sehingga kebijakan ini sebenarnya belum memiliki pijakan legal formalnya.

Oleh karena itu, langkah adopsi kombinasi kebijakan automatic stabilization dan diskresioner di dalam penyusunan APBN harus dimasukkan ke dalam perundang-undangan, khususnya undang-undang yang mengatur keuangan negara supaya posisinya menjadi kuat dan sah secara hukum.

Langkah adopsi tersebut perlu memerhatikan instrumen Manajemen Keuangan Publik, yaitu informasi, proses, dan aturan.

Ketiga komponen tersebut harus dilakukan perbaikan agar tetap relevan dalam menghadapi berbagai krisis yang berpotensi menghadang pembangunan ekonomi Indonesia.

Bahkan jika dibutuhkan, tidak ada salahnya jika pemerintah bersama DPR mempertimbangkan untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dengan memasukkan klausul pelepasan (escape clause) yang memberikan pengecualian terhadap penerapan aturan fiskal sekaligus memasukkan aturan penerapan kombinasi kebijakan automatic stabilization dan diskresioner.

Dengan memasukkan pasal escape clause dalam Undang-Undang Keuangan Negara, maka penggunaan kombinasi kebijakan automatic stabilization dan diskresioner akan jauh lebih efektif dan memiliki dasar hukum yang kuat.

Dalam konteks ini, maka klausul pelepasan menjadi hal yang sangat urgen untuk dimasukkan ke dalam UU APBN dan Keuangan Negara.

Tidak mudah memang, namun demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar, langkah ini perlu dilakukan dan didukung semua pihak termasuk pemerintah dan DPR.

Seperti yang kita lakukan ketika menghadapi pandemi Covid-19 di mana semua elemen bangsa, mulai dari pemerintah, DPR, TNI-Polri, Tenaga Kesehatan, dan masyarakat secara keseluruhan bahu membahu untuk bersama-sama keluar dari pandemi Covid-19 beserta efek buruk turunannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com