Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Dunia Naik gara-gara Data Penurunan Minyak AS Lampaui Perkiraan

Kompas.com - 29/06/2023, 09:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia naik lebih dari 2 persen pada akhir perdagangan Rabu (28/6/2023) waktu setempat atau Kamis pagi WIB, bangkit dari pelemahan pada perdagangan Selasa yang turun sekitar 2 persen.

Harga minyak naik karena persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) turun lebih dari yang diperkirakan, mengimbangi kekhawatiran kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh bank-bank sentral.

Mengutip CNBC, harga minyak mentah Brent naik 2,5 persen atau 1,77 dollar AS menjadi sebesar 74,03 dollar AS per barrel. Sementara harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS naik 2,8 persen atau 1,86 dollar AS AS menjadi sebesar 69,56 dollar AS per barrel.

Itu adalah penutupan tertinggi untuk WTI sejak 21 Juni 2023, serta menjadi penutupan yang tertinggi untuk Brent sejak 26 Juni 2023.

Baca juga: Jika Tak Ada Penemuan Baru, Minyak Bumi Indonesia Akan Habis dalam 9 Tahun

Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan, persediaan minyak mentah turun 9,6 juta bar3el dalam pekan yang berakhir 23 Juni 2023, jauh melebihi perkiraan analis yang sesar 1,8 juta barrel dalam jajak pendapat.

“Secara keseluruhan, angka yang sangat solid itu bertentangan dengan pandangan orang-orang yang menanggap pasar minyak kelebihan pasokan. Laporan ini bisa menjadi dasar (untuk harga minyak),” kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.

Kendati begitu, pelaku pasar tetap berhati-hati terhadap potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

"Jika ada yang akan membebani pasar yang bullish (menguat), itu adalah (Ketua Federal Reserve AS) Jerome Powell," imbuh Flynn.

Baca juga: Gejolak Rusia Kerek Harga Minyak Dunia

 


Pada pekan lalu, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyampaikan pidatonya dihadapan Kongres tentang perjuangan bank sentral yang sedang berlangsung untuk menurunkan inflasi gagal memenuhi ekspektasi pasar yang lebih hawkish.

Inflasi yang mulai mereda di AS, ternyata masih berada di atas target The Fed yang sebesar 2 persen. Oleh sebab itu, setelah jeda kenaikan, The Fed masih memiliki pekerjaan untuk menekan laju inflasi lebih jauh.

Powell pun mengindikasikan bahwa kemungkinan akan ada dua kali kenaikan suku bunga lagi hingga akhir tahun dengan masing-masing sebesar 25 basis poin.

Di sisi lain, pada Selasa kemarin, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde juga mengatakan, bahwa inflasi yang sangat tinggi membuat bank harus menghindari kebijakan penghentian kenaikan suku bunga.

Pernyataan itu membuka peluang bahwa Bank Sentral Eropa akan melanjutkan kenaikan suku bunga pada pertemuan Juli 2023 mendatang.

Padahal tren suku bunga tinggi bisa melemahkan aktivitas ekonomi sehingga membebani permintaan terhadap minyak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com