Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar Proyek Listrik 35.000 MW? Ini Penjelasan Bos PLN

Kompas.com - 06/07/2023, 05:08 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi VII DPR RI menyoroti perkembangan program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW atau 35 giga watt (GW) yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sorotan terhadap program itu dibahas dalam rapat dengar pendapat yang dihadiri Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo. Salah satunya disorot oleh Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Tifatul Sembiring.

"Bagaimana nasib target Presiden Jokowi untuk 35.000 MW? Itu kan dulu asumsinya growth (pertumbuhan) kita 7-8 persen. Tapi ternyata kan realitanya berkata lain, ada pandemi Covid-19 dan sebagainya,” ujar Tifatul dalam rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Konsumsi Listrik Turun, Menteri ESDM Nego Ulang Kontrak Proyek 35.000 MW

Terkait hal itu, Darmawan mengatakan, program pembangunan pembangkit 35.000 MW pada dasarnya dirancang untuk 5 tahun. Namun mundur menjadi proyek yang dikerjakan dalam jangka waktu 10 tahun.

Menurut dia, kondisi terjadinya renegosiasi dengan produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP) maka target pengerjaan proyek pun mundur.

"Jadi dulu 35 GW itu dirancang untuk 5 tahun, dengan adanya renegosiasi ini makannya jadwalnya kami undurkan, dari yang tadinya selesai di 2019 mundur menjadi tahun 2026," kata Darmawan.

"Sehingga begitu jadwalnya yang tadinya 5 tahun menjadi 10 tahun, maka kami ada waktu mengejar ketertinggalan dari demand (permintaan listrik),” lanjutnya.

Darmawan menuturkan, dari program pembangunan pembangkit listrik tersebut, saat ini yang telah berjalan berkisar 22-23 GW.

“Sekitar 22-23 GW, sudah ter-deliver, commisioning,” ungkap dia.

Adapun renegosiasi yang dimaksud Darmawan yakni penundanaan masuknya pembangkit-pembangkit baru pada ekosistem kelistrikan PLN. Misalnya, ada pembangkit baru berkapasitas 2 GW yang ditunda sekitar 2 tahun.

Penundanaan tersebut memberikan ruang bagi PLN untuk berupaya menyeimbangkan antara pasokan listrik dan permintaan. Lantaran, permintaan listrik berkurang sepanjang masa pandemi.

Baca juga: Megaproyek 35.000 MW Berpotensi Molor hingga 2030

Ia mengungkapkan, pada dasarnya saat ini kondisi PLN masih mengalami over suplai listrik nasional. Hal itu tak lepas dari kondisi berkurangnya permintaan terhadap listrik pada masa pandemi.

Selama pandemi, beban puncak kelistrikan mengalami penurunan cukup signifikan dari sebelumnya 38,5 GW menjadi 37,5 GW.

Saat ini, beban puncak pun berangsur meningkat seiring pulihnya perekonomian pasca pandemi. Hal ini sekaligus menandakan permintaan terhadap listrik juga kembali pulih.

"Jadi memang kami berusaha menambah permintaan, karena pembangkit-pembangkit ini sudah dilakukan renegosiasi dan penunandaan untuk masuk ke ekosistem kami, agar keseimbangan antara permintaan dan pasokan bisa dijaga," kata Darmawan.

Baca juga: Erick Thohir Ajak PLN Gandeng Perusahaan China Kembangkan Baterai Kendaraan Listrik

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com