Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Kebijakan "Hijau" Bank Indonesia

Kompas.com - 21/07/2023, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Likuiditas pada obligasi hijau dapat dimanfaatkan dalam bentuk pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tingkat obligasi hijau yang makin meningkat dipercaya akan mendorong investasi ramah lingkungan.

Secara historis, European Central Bank merupakan bank sentral pertama yang menerapkan obligasi hijau sebagai instrumen likuiditas hijau.

Bila berangkat dari koridor teoritis, tingkat suku bunga nominal akan sangat memengaruhi pertumbuhan obligasi hijau. Semakin rendah tingkat suku bunga, maka akan meningkatkan tingkat penerbitan obligasi hijau, begitu pula sebaliknya.

Kondisi ini sesuai dengan teori Preferensi Likuiditas milik Keynes yang menyatakan bahwa motif spekulasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dikarenakan investor ingin berekspektasi untuk mendapatkan keuntungan maksimal pada masa depan.

Oleh sebab itu, tingkat suku bunga dan obligasi hijau merupakan dua elemen penting yang dapat memengaruhi stabilitas harga serta inflasi.

Mengarus dari risalah statisik yang diterbitkan oleh IMF (2021), Indonesia merupakan negara paling rendah dalam penerbitan obligasi hijau dibandingkan Thailand dan Filipina.

Ada beberapa tantangan, yaitu ketidaksesuaian tempo pembiayaan karena proyek yang bersifat ramah lingkungan rata-rata merupakan proyek berjangka panjang. Masih kurangnya kapasitas sektor perbankan dalam mendukung proyek investasi hijau.

Selain itu, Indonesia memiliki fluktuasi tingkat suku bunga yang paling tinggi.

Thailand menjadi negara tertinggi penerbit obligasi hijau di Kawasan ASEAN yang dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang diperoleh seperti Thailand’s Best Sustainable Bond, Best Issuer for Sustainable Finance dan Best Sustainability Bond dari Asset Asian Award (AAA).

Thailand menawarkan peluang besar untuk mengembangkan pasar obligasi hijau terbesar di ASEAN lantaran tingginya kesadaran investor pada risiko perubahan iklim di Thailand.

Per kondisi ini menyebabkan tingginya penerbitan obligasi hijau didukung tingkat suku bunga Thailand yang paling rendah di antara negara ASEAN.

Oleh sebab itu, tidak mengejutkan bila Thailand dapat memacu penerbitan obligasi hijau maupun obligasi konvensional.

Tren pertumbuhan obligasi hijau tertinggi Indonesia terjadi pada 2021, yakni dari 4.400 juta dollar AS menjadi 5.216 juta dollar AS.

Salah satu penyebabnya adalah pemerintah meluncurkan Mekanisme Transisi Energi Berkelanjutan (MTEB) yang merupakan program peningkatan energi infrastruktur dan mengakselerasi transisi energi bersih menuju emisi nol dengan prinsip adil dan terjangkau.

MTEB merupakan bentuk pembiayaan yang dirancang untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara dan membuka investasi untuk energi bersih.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com