Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Kebijakan "Hijau" Bank Indonesia

Kompas.com - 21/07/2023, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH Indonesia berkomitmen mendukung pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang merupakan salah satu penyebab perubahan iklim.

Komitmen ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional GRK.

Pada 2016, sebagai kontribusi terhadap Perjanjian Paris, pemerintah Indonesia meningkatkan target penurunan emisi GRK menjadi 29 persen (dengan upaya nasional) pada skenario business as usual hingga 41 persen apabila mendapatkan dukungan dari internasional pada 2030.

Dalam komitmen untuk memitigasi perubahan iklim, pemerintah Indonesia tentunya memerlukan alokasi keuangan yang besar.

Kebutuhan pendanaan untuk mencapai target penurunan emisi pada 2030 diperkirakan akan mencapai 247,2 miliar dollar AS per tahun. Maka, penyediaan likuiditas hijau menjadi keniscayaan.

Perbedaan antara kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter hijau terletak pada tujuan akhir.

Kebijakan moneter konvensional hanya semata mencapai stabilitas harga dan keuangan tanpa ada ikatan seperti Perjanjian Paris atau Network for Greening the Financial System (NGFS).

Sementara kebijakan moneter hijau bertumpu pada perserikatan internasional dalam menanggulangi perubahan iklim dan pemanasan global sebagai upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas moneter.

Center for International Climate Research (CICERO) mengklasifikasikan investasi hijau dalam tiga kategori yang berdasarkan eligible green, yaitu sektor investasi yang dapat dilakukan pada hasil pengembalian obligasi hijau.

Pertama, dark green atau investasi hijau bersifat jangka panjang seperti pemanfaatan energi terbarukan.

Kedua, medium green, yaitu investasi hijau dalam jangka menengah seperti pariwisata, perikanan atau pertanian berkelanjutan dan transportasi rendah emisi karbon.

Terakhir, light green merupakan investasi hijau dalam jangka pendek seperti bangunan-bangunan berkelanjutan.

Ketiga jenis investasi hijau tersebut secara tidak langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan dapat mempertimbangkan perekonomian jangka panjang dengan meminimalisasi risiko perubahan iklim.

Kebijakan keuangan hijau merupakan wujud nyata dalam membangun ekonomi hijau melalui transmisi keuangan dengan penerbitan obligasi hijau.

Obligasi hijau merupakan obligasi tematik yang memiliki tujuan dalam membangun perekonomian berkelanjutan melalui ekonomi rendah karbon.

Likuiditas pada obligasi hijau dapat dimanfaatkan dalam bentuk pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tingkat obligasi hijau yang makin meningkat dipercaya akan mendorong investasi ramah lingkungan.

Secara historis, European Central Bank merupakan bank sentral pertama yang menerapkan obligasi hijau sebagai instrumen likuiditas hijau.

Bila berangkat dari koridor teoritis, tingkat suku bunga nominal akan sangat memengaruhi pertumbuhan obligasi hijau. Semakin rendah tingkat suku bunga, maka akan meningkatkan tingkat penerbitan obligasi hijau, begitu pula sebaliknya.

Kondisi ini sesuai dengan teori Preferensi Likuiditas milik Keynes yang menyatakan bahwa motif spekulasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dikarenakan investor ingin berekspektasi untuk mendapatkan keuntungan maksimal pada masa depan.

Oleh sebab itu, tingkat suku bunga dan obligasi hijau merupakan dua elemen penting yang dapat memengaruhi stabilitas harga serta inflasi.

Mengarus dari risalah statisik yang diterbitkan oleh IMF (2021), Indonesia merupakan negara paling rendah dalam penerbitan obligasi hijau dibandingkan Thailand dan Filipina.

Ada beberapa tantangan, yaitu ketidaksesuaian tempo pembiayaan karena proyek yang bersifat ramah lingkungan rata-rata merupakan proyek berjangka panjang. Masih kurangnya kapasitas sektor perbankan dalam mendukung proyek investasi hijau.

Selain itu, Indonesia memiliki fluktuasi tingkat suku bunga yang paling tinggi.

Thailand menjadi negara tertinggi penerbit obligasi hijau di Kawasan ASEAN yang dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang diperoleh seperti Thailand’s Best Sustainable Bond, Best Issuer for Sustainable Finance dan Best Sustainability Bond dari Asset Asian Award (AAA).

Thailand menawarkan peluang besar untuk mengembangkan pasar obligasi hijau terbesar di ASEAN lantaran tingginya kesadaran investor pada risiko perubahan iklim di Thailand.

Per kondisi ini menyebabkan tingginya penerbitan obligasi hijau didukung tingkat suku bunga Thailand yang paling rendah di antara negara ASEAN.

Oleh sebab itu, tidak mengejutkan bila Thailand dapat memacu penerbitan obligasi hijau maupun obligasi konvensional.

Tren pertumbuhan obligasi hijau tertinggi Indonesia terjadi pada 2021, yakni dari 4.400 juta dollar AS menjadi 5.216 juta dollar AS.

Salah satu penyebabnya adalah pemerintah meluncurkan Mekanisme Transisi Energi Berkelanjutan (MTEB) yang merupakan program peningkatan energi infrastruktur dan mengakselerasi transisi energi bersih menuju emisi nol dengan prinsip adil dan terjangkau.

MTEB merupakan bentuk pembiayaan yang dirancang untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara dan membuka investasi untuk energi bersih.

Kemudian, pertumbuhan obligasi hijau kala itu tidak terlepas dari pelonggaran kebijakan moneter (memiliki tingkat suku bunga paling rendah sejak 2016.Q1) yang dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi akibat hantaman resesi global.

Pada akhirnya, kebijakan moneter yang longgar tidak bisa dipungkiri menjadi faktor utama peningkatan penerbitan obligasi hijau.

Penerbitan obligasi hijau juga sangat dipengaruhi transmisi kebijakan moneter, yaitu fluktuasi tingkat suku bunga bank sentral.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, efek kebijakan moneter hijau secara tidak langsung harus dapat ditransmisikan pada lingkungan.

Dalam menjaga kerusakan lingkungan, efek kebijakan moneter hijau tersalurkan melalui pasar keuangan hijau.

Saluran transmisi ini disebut sebagai money view di mana kebijakan moneter hijau dapat memengaruhi stabilitas harga pada pasar keuangan dan bekerja secara efisien terhadap stabilitas harga karena perubahan tingkat suku bunga yang kemudian dapat bertransmisi pada tenor-tenor jangka panjang, termasuk tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Pencapaian pertumbuhan positif sektor keuangan hijau juga dipengaruhi oleh regulasi yang mendukung.

Sejak akhir 2019, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan serangkaian kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan keuangan hijau berupa ketentuan rasio Green Loan to Value (LTV), Funding on Value (FTV), Green Macro Safeguard Comprehensive Funding, serta Laporan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial.

Dengan ketentuan rasio LTV/FTV saat ini, bank dapat memberikan pembiayaan atau kredit hingga 100 persen khusus untuk properti ramah lingkungan.

Aset dapat berupa rumah, apartemen, dan ruko yang memenuhi kriteria green building dengan nilai agunan berkisar antara Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar.

Lebih dari itu, BI juga telah menghapus ketentuan setoran minimum untuk pembelian kendaraan listrik baterai. Sebelumnya, uang muka minimum adalah 5-20 persen.

Regulasi rasio LTV/FTV dan prabayar untuk kendaraan bermotor listrik berlaku hingga akhir tahun 2023 dan diharapkan dapat mempercepat penurunan emisi karbon.

Transisi ke ekonomi rendah karbon seperti tim sepak bola, di mana semua pihak yang terlibat memiliki peran penting dalam kapasitasnya masing-masing.

Kerjasama yang kuat antara pemerintah, lembaga keuangan, dunia usaha dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai kendala termasuk financial gap.

Tim yang solid tercapai ketika semua bagian mengetahui dan ingin memainkan bagian mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com