Ketiga, nilai kepuasan diri (self-gratification value). Tekanan hidup di tempat kerja, jalan dan bahkan di rumah mendorong orang untuk mencari cara mengurangi tekanan tersebut.
Banyak orang mungkin melakukan aktivitas belanja tidak hanya untuk membeli atau memperoleh produk, tetapi juga sebagai penghilang stres, untuk meredakan suasana hati negatif, atau sebagai suguhan khusus untuk diri mereka sendiri (Arnold dan Reynolds, 2003).
Pengunjung yang berada dalam suasana hati buruk dapat memilih untuk mengubahnya dengan berbelanja karena emosi yang menyenangkan dapat memuaskan secara pribadi dan dapat meningkatkan suasana hati (Cai dan Shannon, 2012).
Mal melalui suasana menyenangkan dapat membantu pengunjung menghilangkan stres, bersantai, dan meningkatkan suasana hati mereka dengan berjalan-jalan di dalam, melihat etalase toko, mendengarkan musik yang diputar, melihat pertunjukan, duduk di kedai kopi, dan aktivitas menyenangkan lainnya.
Keempat, nilai epistemik (epistemic value). Nilai epistemik didefinisikan sebagai utilitas yang dirasakan atau diperoleh ketika suatu produk membangkitkan rasa ingin tahu, memberikan kebaruan dan memuaskan keinginan untuk pengetahuan (Sheth dkk, 1991).
Mal memenuhi nilai epistemik dalam berbagai cara. Pertama, mal membangkitkan rasa ingin tahu dengan memungkinkan pembeli menjelajahi berbagai toko, bermacam-macam produk, acara, dan sebagainya.
Kedua, ia memberikan hal baru kepada pelanggan melalui penawaran baru, acara, tren dan mode baru, ide baru, dan bermacam-macam barang baru.
Setiap kali pembelanja mengunjungi mal, dia dapat menemukan pengalaman atau kejadian baru atau tidak biasa.
Kelima, nilai interaksi sosial (social interaction value). Nilai interaksi sosial berarti mendapatkan pengalaman berbelanja positif melalui interaksi dengan orang lain, seperti teman, keluarga, wiraniaga, pelanggan, dan lain-lain. (Davis dan Hodges, 2012).
Suasana mal yang rapi dan apik menciptakan lingkungan menyenangkan bagi berbagai usia untuk bertemu dan menyapa teman atau menemukan sesuatu yang membuat mereka antusias atau sekadar berinteraksi dengan orang lain.
Keenam, nilai kenyamanan spasial (spatial convenience value). Tahun 1980-an dan 1990-an telah diberi label “dekade kenyamanan” (Clulow dan Reimers, 2009a).
Di pasar saat ini, kenyamanan menjadi lebih penting dalam menentukan perilaku belanja dan pilihan pelanggan. Oleh karena itu, menawarkan manfaat kenyamanan kepada pelanggan dapat menjadi sumber diferensiasi yang kuat (Beauchamp, 2007).
Nilai kenyamanan spasial mal dapat didefinisikan sebagai utilitas yang berasal dari kemampuan mal untuk memberikan kesempatan kepada pelanggan melakukan berbagai tugas belanja dengan waktu dan usaha minimal tanpa meninggalkan mal.
Ketujuh, nilai kenyamanan waktu (time convenience value). Banyak orang saat ini menganggap waktu sebagai sumber daya yang berharga seperti uang.
Dalam lingkungan yang kekurangan waktu saat ini, pengecer harus menawarkan nilai waktu karena mereka menawarkan nilai uang (Clulow dan Reimers, 2009).