JAKARTA, KOMPAS.com - Visa melaporkan, kasus penipuan dan pencurian data saat ini telah berubah bentuk dari fisik atau luring ke daring.
Head of Risk Visa Asia Pacific Joe Cunningham mengatakan, pencurian data di dunia nyata seperti pemalsuan kartu atau pencurian kartu debit dan kredit sudah hampir tidak ada.
"Yang marak adalah pencurian data secara online," kata dia dalam "Media Roundtable Visa Payment Security Roadmap", Kamis (3/8/2023).
Untuk itu, ia menambahkan, pihaknya percaya peningkatan keamanan harus difokuskan pada transaksi online.
Hal tersebut misalnya dapat dilakukan pada identitas digital dan autentikasi identitas konsumen utnuk memitigasi ancaman.
Baca juga: Ada Modus Baru Pencurian Data, KAI Pastikan Charger Station di Stasiun dan Kereta Aman
Menurut Joe, salah satu metode pembayaran yang minim risiko adalah metode pembayaran nirsentuh (contactless).
Metode ini juga disebut memiliki kasus fraud paling rendah di seluruh dunia.
Meskipun demikian, data yang dia miliki menunjukkan penetrasi penggunakan metode pembayaran nirsentuh (contactless) di Indonesia masih rendah.
Penetrasi metode pembayaran nirsentuh (contactless) di Indonesia masih belum sebanyak negara lain seperti Australia, Selandia Baru, Hongkong, dan Singapura.
Baca juga: Tips Jaga Keamanan Kartu Kredit dan Debit saat Pembayaran Contactless
Berdasarkan Visa Consumer Payment Attitude Study 2022, penggunaan kartu contactless di Indonesia terus naik terutama dalam periode 2020-2022.
Sekitar 34 persen responden mengaku pernah menggunakan pembayaran dengan kartu contactless.
Meskipun meningkat setiap tahunnya, penetrasi belanja menggunakan kartu contactless di Indonesia masih cukup jauh di bawah rata-rata Asia Pasifik yaitu 50 persen.
"Bahkan di beberapa negara sudah mencapai lebih dari 90 persen, seperti di Singapura dan Australia," imbuh dia.
Baca juga: Apakah Fitur Contactless di Kartu Kredit Aman? Simak Penjelasan Visa Indonesia
Lebih lanjut, Joe menekankan pentingnya mengikuti standar global dalam hal sistem pembayaran ini.
Saat sebuah negara mengaplikasikan standar yang berbeda dibanding standar mayoritas negara-negara lainnya, maka negara yang menjalankan standar berbeda tersebut bisa tertinggal jauh dalam inovasi, interoperabilitas, dan kenyamanan konsumen.
"Khususnya di area pembayaran, negara tersebut menjadi rentan terhadap serangan kriminal," ucap dia.
"Contohnya ketika beberapa tahun lalu, kartu berteknologi magnet berubah menjadi teknologi chip, negara yang terlambat mengadopsi teknologi chip menjadi sasaran empuk kejahatan akibat keamanan yang lebih rendah," tandas Joe.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.