BOGOR, KOMPAS.com - Perekonomian global tengah menghadapi ancaman perlambatan dari "gelapnya" perekonomian China. Meskipun demikian, Indonesia dinilai berpotensi terhindar dari ancaman tersebut.
Kepala Pusat Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman mengatakan, China merupakan negara mitra dagang utama Indonesia.
Akan tetapi, di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu, kinerja ekspor Indonesia ke negara tersebut masih terjaga.
Baca juga: BI Buka-bukaan Dampak Krisis Properti China ke Perekonomian
"Kita lihat kenapa China melambat tapi ekspor kita kok naik, bahkan 2021-2022 naik cukup signifikan," kata dia, dalam media gathering Kementerian Keuangan, di Bogor, Senin (25/9/2023).
Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari adanya pergeseran komoditas utama yang diimpor oleh China dalam kurun waktu 6 tahun terakhir.
Abdurohman menjelaskan, pada periode 2000-an, komoditas utama yang diekspor Indonesia ke China ialah minyak mentah, gas alam cair, hingga minyak sawit.
Akan tetapi, sejak 2017 komoditas unggulan yang diimpor oleh China bukan lagi komoditas yang masih mentah. Mulai tahun 2017, China lebih gencar mengimpor komoditas dasar yang telah diolah, seperti feronikel, lignit, dan lain-lainnya.
Baca juga: Kata Bos IMF, Perekonomian ASEAN ibarat Titik Terang di Cakrawala yang Redup
Oleh karenanya, upaya pemerintah untuk melakukan hilirisasi menjadi sejalan dengan kebutuhan China. Hasil komoditas olahan berupa feronikel dan lignit pada akhirnya diserap oleh China.
"Komoditas ekspor kita mengalami pergeseran yang saya kira juga ada efek positifnya. Karena meskipun mereka melambat permintaan ekspor terhadap Indonesia masih cukup kuat," ujar Abdurohman.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.