Capaian tersebut menggambarkan peran pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan koperasi di wilayahnya masing-masing.
Lalu di mana masing-masing pasangan menempatkan koperasi di visi-misinya?
Anies meletakkan koperasi di bawah misi “Mengentaskan kemiskinan dengan memperluas kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja, mewujudkan upah berkeadilan, menjamin kemajuan ekonomi berbasis kemandirian dan pemerataan, serta mendukung korporasi Indonesia berhasil di negeri sendiri dan bertumbuh di kancah goblal”.
Ada anakronisme dalam misi itu, yakni penggunaan kata “korporasi”, yang identik dengan perusahaan besar seperti termaktub pada KBBI.
Lebih tepat bila gunakan kata “pelaku usaha”, mencakup yang usaha besar, menengah, kecil bahkan mikro.
Anakronisme itu sebabkan kalimat misi Anies kandung bias afirmasi. Bukan kepada yang kecil, namun pada yang besar. Itu bertolak belakang dengan narasi keadilan sosial yang sering ia gaungkan.
Kemudian Ganjar letakkan koperasi di bawah misi “Mempercepat Pemerataan Pembangunan Ekonomi”. Lalu sub misinya “Koperasi (Kemitraan) sebagai Corak Perekonomian Nasional”.
Penambahan kata “(Kemitraan)” menjadi multi tafsir dan ambigu. Koperasi sebagai “ko-operasi”, artinya kerjasama dan senapas dengan kemitraan sebagai strategi (dimensi mikro).
Atau di sisi lain, sebagaimana amanat konstitusi, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (dimensi makro). Meski cukup ambigu, namun Ganjar telah merekognisi koperasi dalam magnitude perekonomian nasional.
Sedangkan Prabowo, posisikan koperasi sebagai wahana dalam “Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur”.
Misi itu pasti menarik bagi generasi muda. Sayangnya seperti Anies, mengalami anakronisme. Agenda yang mereka usung justru, “Merevitalisasi dan memperkuat peran Koperasi Unit Desa (KUD)”.
Tentu tak bermaksud nafikan peran KUD, hanya saja tak tepat dengan judul besar programnya, “Mendorong Industri Kreatif”. Lagi-lagi anakronistik!
Sebagaimana di atas, Prabowo letakkan koperasi pada sektor industri kreatif, meski programnya tak sinkron. Lebih tepat, misalnya, pengembangan startup coop, platform coop, creative coop dan sejenisnya.
Sedangkan Anies letakkan koperasi pada tiga sektor: yakni Pengembangan Koperasi dan UKM, Pembangunan Desa dan Reforma Agraria. Salah satu programnya seperti mengkoperasikan BUMDes.
Boleh jadi Anies lupa, pasca-UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, BUMDes dinyatakan sebagai badan hukum tersendiri. Artinya program itu tidak mungkin dilaksanakan.
Kemudian pada reforma agraria adalah redistribusi tanah bagi koperasi produksi pertanian. Hal itu bagus dan sejalan dengan amanat UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Lantas bagaimana dengan Ganjar? Berbeda dengan kedua pasangan, Ganjar tidak lekatkan koperasi pada sektor tertentu. Namun sebaliknya, meletakkannya pada kebijakan pembangunan ekonomi.
Misalnya, Ganjar targetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan peran koperasi dan UMKM.
Termasuk pelibatan koperasi dalam pembangunan industri manufaktur dengan target pertumbuhan 7,5 persen-8 persen.