Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Perang Timur Tengah dan Ketidakpastian Global

Kompas.com - 30/10/2023, 08:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Komoditi energi dan pangan sangat memengaruhi inflasi global. Lonjakan harga minyak tentu akan menekan Bank Sentral AS dan bank sentral negara lainnya mengalami dilema.

Menjadi pertanyaan banyak pihak, apakah bank sentral tetap menaikkan atau mempertahankan suku bunga tinggi, yang tentu menjadi kontra produktif bagi perkembangan ekonomi global.

Banyak pihak yang menganggap masih terlalu dini untuk mengestimasi lonjakan harga minyak baru-baru ini akan terus berkelanjutan.

Meskipun demikian, kenaikan harga minyak berdampak negatif pada perekonomian dunia. IMF telah melakukan penelitian mengenai dampak kenaikan harga minyak dunia.

Kenaikan harga minyak sebesar 10 persen akan membebani perekonomian global, mengurangi GDP dunia sebesar 0,15 persen dan meningkatkan inflasi global 0,4 persen.

Prospek dunia suram

Lembaga-lembaga dunia telah memberikan sinyal masih rapuhnya pemulihan ekonomi 2023 dan prospek 2024. Konsensus pertumbuhan global untuk tahun ini adalah 3 persen dan proyeksi untuk 2024 menurun antara 2,5 hingga 2,9 persen.

Meskipun IMF memproyeksikan bahwa di Amerika Serikat membaik tahun ini, namun di belahan dunia lainnya masih lemah, terutama di kawasan Euro dan Tiongkok.

Di China tekanan pada sektor real estate di negara tersebut semakin memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi.

Menurut IMF, “Kami melihat perekonomian global sedang tertatih-tatih, dan belum berjalan dengan baik”.

Bahkan dalam jangka menengah, “gambarannya lebih suram,” tambahnya, seraya menyebutkan serangkaian risiko termasuk kemungkinan terjadinya lebih banyak bencana alam besar yang disebabkan oleh perubahan iklim serta perubahan geopolitik.

Perekonomian Eropa, khususnya, terjebak di tengah meningkatnya ketegangan global. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, pemerintah-pemerintah Eropa tidak lagi membeli gas alam dari Rusia.

Mereka sebagian besar berhasil dengan beralih ke pemasok di Timur Tengah. Namun saat ini Timur Tengah sedang bergolak dan sulit diandalkan komitmennya.

Selama akhir pekan, AS dan Uni Eropa dengan cepat menyatakan solidaritasnya dengan Israel dan mengutuk serangan mendadak dari Hamas, yang menguasai Gaza.

Indonesia jelas dalam posisinya membela kemerdekaan Palestina dan mengutuk balas dendam Israel kepada masyarakat sipil di Gaza dan bahkan sampai menghancurkan bangunan rumah sakit Indonesia.

Indonesia telah meminta PBB untuk segera meminta genjatan senjata agar krisis tidak merembet ke masalah krisis dunia yang membahayakan.

Jika perang berkepanjangan, bukan tidak mungkin dunia akan kembali terancam resesi dan bank sentral terus melakukan kebijakan yang ketat, entah sampai kapan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com