Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Kuat Keluarga Ibnu Sutowo Lawan Negara Berebut Lahan di GBK

Kompas.com - 01/11/2023, 09:38 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) melalui kepanjangan tangannya, Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK), memasang tembok beton di seluruh akses masuk Hotel Sultan di Blok 15 dari arah Jalan Gatot Subroto.

Beton permanen tersebut dipasang menggantikan barikade beton (concrete barrier) yang sebelumnya dibuka paksa oleh sejumlah orang suruhan Pontjo Sutowo, pemilik dari Indobuildco, perusahaan yang mengelola Hotel Sultan.

Praktis untuk menuju Hotel Sultan, kini hanya tersedia satu pintu keluar masuk dari arah Jalan Sudirman mulai 1 November 2023. Hal ini merupakan langkah lanjutan PPKGBK untuk mengosongkan lahan Blok 15, tempat Hotel Sultan berdiri.

"Kita sudah selesai melakukan pemasangan tembok beton dalam rangka menjaga fisik lahan Blok 15," kata Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi Afif Kusumo dikutip pada Rabu (1/11/2023).

Baca juga: Pantas Saja Israel Rakyatnya Makmur meski Tanpa Minyak, Apa Sebabnya?

Sebagai bagian dari kegiatan pengamanan aset negara tersebut, PPKGBK telah melakukan pemasangan barikade beton sejak tanggal 4 Oktober 2023.

Masalah ini merupakan buntut dari habisnya Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora yang dimiliki PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan.

Awal mula perebutan lahan

PT Indobuild Co sendiri merupakan perusahaan pengelola properti yang didirikan Ibnu Sutowo, tokoh militer yang menjabat Direktur Utama Pertamina di era rezim Orde Baru.

Kini perusahaan tersebut diwariskan ke generasi kedua, yakni Pontjo Sutowo. Ia bersama dengan saudaranya, almarhum Adiguna Sutowo mengelola bebeberapa hotel mewah seperti Bali Hilton, Lagoon Tower Hilton, dan Hotel Sultan (dulu bernama Hotel Hilton).

Penguasaan keluarga Ibnu Sutowo atas sebagian lahan di Senayan, lokasi Hotel Sultan, sudah jadi polemik sejak lama. Ini karena GBK berstatus lahan milik negara, namun selama puluhan tahun dikuasai keluarga mertua artis Dian Sastro ini.

Baca juga: Mengenal Porkas, Judi Lotre yang Pernah Dilegalkan Soeharto

Saat masih bernama Hotel Hilton, hotel mewah itu menjadi sorotan publik setelah meruaknya kasus penyalahan gunaan perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton tahun 2002 lalu.

Perpanjangan hak guna itu diduga menyalahi prosedur karena dilakukan tanpa izin dari Badan Pengelola Gelora Bung Karno sebagai pemegang hak pengelolaan lahan kawasan Senayan yang merupakan kepanjangan tangan negara.

Dikutip dari laman DJKN Kementerian Keuangan, masalah lahan Hotel Sultan sempat membuat aset negara itu terancam lepas dari kepemilikan pemerintah. Ini setelah BPN memberikan izin perpanjangan HGB tanpa persetujuan Kemensetneg selaku pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas tanah negara.

Saat itu, Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Robert J Lumampouw bahkan sudah dijatuhi hukuman penjara 3 tahun karena menerbitkan HGB tanpa prosedur kepada perusahaan milik keluarga Ibnu Sutowo.

Baca juga: Bisnis Bob Hasan, Julukan Raja Hutan dan Kedekatan dengan Soeharto

Robert terbukti memberikan perpanjangan HGB kepada PT Indobuild Co selaku pengembang selama 20 tahun. Dari perpanjangan itu, PT Indobuild Co lalu menuntut pelepasan dari HPL Setneg.

Sejarah kawasan GBK

Sebagai informasi saja, sebelum menjadi kawasan elit dan pusat bisnis, Senayan termasuk di dalamnya GBK, dulunya hanya berupa perkampungan dan perkebunan milik warga asli Betawi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com