KOMPAS.com - Kereta cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan ibu kota Jakarta dan Bandung di Jawa Barat, akhirnya resmi beroperasi untuk publik sejak Oktober 2023, setelah beberapa kali penyelesainnya tertunda.
Pembangungan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), yang juga proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara, sempat molor hingga beberapa tahun dan membengkak sangat besar sehingga menelan biaya sekitar 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 112 triliun.
Selain menggunakan uang APBN, pembayaran utang dan bunga ke pihak China juga akan dijamin oleh pemerintah Indonesia. Dua hal yang sejatinya dilanggar pemerintah di proyek ini.
Menilik ke belakang, tepatnya di tahun 2014-2015, proyek ini awalnya merupakan gagasan Jepang di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jelang berakhirnya pemerintahan Presiden SBY, proyek ini jadi perebutan antara Jepang dan China.
Baca juga: Saat Ahok Kurang Setuju Stasiun Kereta Cepat Ada di Halim
Jepang datang dengan tawaran investasi kereta cepat sebesar 6,2 miliar dollar AS. Tokyo juga menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun berbunga hanya 0,1 persen per tahun dengan masa tenggang 10 tahun.
Sementara China menawarkan nilai investasi yang lebih murah dari Jepang, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan bunga 2 persen sampai 3,4 persen per tahun. Belakangan, nilai investasi KCJB yang digarap China bengkak menjadi 7,27 miliar dollar AS.
Sebelum pemerintah Indonesia memilih China, Jepang sebelumnya optimis bisa menggarap KCJB. Bahkan pemerintah Negeri Sakura melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), sudah melakukan studi kelayakan meski belum diputuskan pemerintah Indonesia.
JICA rela menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan yang dilakukan bersama Kementerian Perhubungan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (kini BRIN).
Baca juga: Kenapa Dulu Ahok Keberatan Halim Dijadikan Stasiun Kereta Cepat?
Berbeda dengan China yang memutuskan untuk membangun stasiun yang berada di kawasan pinggiran, Jepang justru menawarkan lokasi stasiun yang berada di tengah Kota Jakarta maupun Bandung.
"Karena calon lokasi stasiun kereta cepat bisa menjadi simbol Kota Jakarta, maka disarankan untuk membangunnya di lokasi yang bisa jadi pintu masuk kemegahan Jakarta. Apalagi dari segi kenyamanan, lokasi stasiun wajib berdekatan dengan area komersial dan bisnis sehingga diperkirakan bisa mendapatkan angka penumpang yang tinggi," tulis JICA dalam proposalnya dikutip pada Rabu (1/11/2023).
Dalam proposal yang ditawarkan ke pemerintah Indonesia, pihak Jepang mengusulkan stasiun kereta cepat ada di Manggarai, Senayan, Gambir, Jakarta Kota, Pasar Senen, Dukuh Atas, dan Kemayoran.
Sementara pemilihan Halim sebagai stasiun kereta cepat, menurut survei yang dilakukan JICA, menjadi opsi kedelapan.
Belakangan, JICA mengeluarkan opsi Pasar Senen dan Jakarta Kota dari calon lokasi stasiun kereta cepat karena alasan area tersebut cukup berbahaya akibat bencana alam (penurunan muka tanah).
Baca juga: Rayuan Bunga Utang Rendah China di Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
Dengan pertimbangan akses ke moda transportasi lainnya dan lokasi paling strategis, Jepang merekomendasikan pilihan utama stasiun KCJB berada di Senayan yang berdekatan dengan GBK sebagai plan A, sementara dalam plan B ditetapkan stasiunnya berada di Dukuh Atas.
Selain lokasi calon stasiun, JICA juga melakukan studi untuk rute terbaik KCJB dari tengah Kota Jakarta ke Kota Bandung. Di mana dari tengah Kota Jakarta, pihak Jepang mengusulkan membangun sebagian jalur kereta cepat ada di bawah tanah (underground).