KOMPAS.com - Kereta cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan ibu kota Jakarta dan Bandung di Jawa Barat, akhirnya resmi beroperasi untuk publik setelah sempat beberapa kali tertunda.
Pembangungan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), yang juga proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara, sempat molor hingga tujuh tahun dan membengkak sangat besar sehingga menelan biaya sekitar 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 112 triliun.
Sejak perencanaan, proyek ini sejatinya terus menuai pro kontra. Salah satunya, kala Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014-2017), blak-blakan menyatakan kurang setuju dengan teknologi yang disodorkan China.
Yang paling ia soroti adalah desain Kereta Cepat Jakarta Bandung buatan China tidak cocok dengan rel kereta Indonesia. Sebab, kereta super cepat buatan Tiongkok memiliki desain dan jalur kereta yang lebar.
Baca juga: Stasiun Kereta Cepat Dikritik Jauh dari Pusat Kota, di Negara Lain Bagaimana?
Menurut pandangan Ahok, untuk wilayah Jakarta yang sudah terlanjur sangat padat, sebaiknya menggunakan rel kereta yang lebih sempit, sehingga jalur kereta bisa dibangun lebih efisien ke pusat kota.
Mantan Bupati Belitung Timur ini secara pribadi lebih memilih stasiun kereta cepat ada di tengah kota, pilihan yang ia tawarkan yakni di Gambir dan Manggarai ketimbang membangun stasiun di Halim.
Ahok bilang, Manggarai bisa dijadikan stasiun kereta cepat, asalkan kereta peluru menggunakan rel yang lebih sempit.
Terlebih, Stasiun Manggarai juga menjadi hub moda transportasi terbesar di Jabodetabek, yakni kereta listrik alias KRL. Namun setelah pihak China yang memenangkan tender KCJB, bukan Jepang, ia menyerahkan keputusan akhirnya pada pemerintah.
Baca juga: Kenapa Jonan Dulu Keberatan dengan Proyek Kereta Cepat?
Berbeda dengan China, Jepang menawarkan stasiun KCJB di Manggarai. Sementara apabila menggunakan teknologi dari China, stasiunnya cenderung di pinggiran yang belakangan diputuskan di Halim.
"Kereta cepat itu urusan pemerintah pusat. Kami enggak ikut campur. Tetapi, waktu itu, kami usul kalau bisa ya pakai (Stasiun) Manggarai sama Gambir saja," kata Ahok di Balai Kota DKI, mengutip pemberitaan Kompas.com 25 Agustus 2015.
Saat itu, Ahok juga terang-terangan keberatan dengan pemilihan stasiun KCJB yang diputuskan di Halim. Ia keberatan jika harus menggusur warga dan menyiapkan rusun.
"Kan mau dipasang di Halim tuh kereta api cepat, tetapi saya kira tidak gampang karena kami harus gusur 1.200 KK," kata Ahok seusai mengikuti rapat pembahasan kereta supercepat di Kementerian BUMN, 2 Juli 2015.
Baca juga: Ekonom: Proyek Kereta Cepat Masuk Kategori Jebakan Utang China
Secara pribadi, Basuki lebih memilih kereta dengan desain sempit seperti yang sudah ada sekarang karena kelak bisa terintegrasi dengan desain MRT, LRT, ataupun kereta api yang masih beroperasi.
"Siapa yang bisa langsung bebaskan 1.200 (lahan) orang kalau tidak ada rusun. Jadi, ya sudahlah, terserah, diputusinnya begitu," kata Basuki.
Sementara itu Jepang sendiri, dalam proposal yang ditawarkan ke pemerintah Indonesia, mengusulkan stasiun kereta cepat ada di Manggarai. Enam opsi lainnya stasiun KCJB ada di Senayan, Gambir, Jakarta Kota, Pasar Senen, dan Kemayoran.
Dari tengah kota, pihak Jepang mengusulkan membangun sebagian jalur kereta cepat ada di bawah tanah (underground). Sementara pemilihan Halim sebagai stasiun kereta cepat, menurut survei yang dilakukan JICA, menjadi opsi kedelapan.
Baca juga: Kala Ahok Usul Stasiun Kereta Cepat Sebaiknya di Manggarai atau Gambir, Bukan Halim
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.