Sementara studi yang dilakukan oleh Zhao & Gijselinckx (2011) mengenai KMP di pedesaan China menunjukkan bahwa KMP dalam sektor pertanian dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi "trilema koperasi."
Istilah ini merujuk pada kesulitan koperasi pertanian tradisional dalam menyeimbangkan tuntutan pasar, negara, dan masyarakat sipil secara bersamaan.
KMP di sektor pertanian China mampu mengatasi kendala modal yang dihadapi koperasi tradisional, terutama dalam menghadapi lingkungan yang kompetitif, dengan mengadopsi proses diversifikasi sebagai langkah strategis.
Dalam ranah antropologi, muncul konsep menarik - yaitu "ruang ketiga," sebuah domain yang tidak sepenuhnya bersifat privat maupun publik.
Menurut Ajates (2021), KMP beroperasi di “ruang ketiga” dan karakteristik unik ini memberikan keunggulan kompetitif yang sulit ditiru oleh pemain lain di sektor pertanian.
Ruang ketiga ini juga dapat diartikan bahwa KMP berada di antara ranah koperasi pertanian tradisional di satu sisi dan pelaku swasta di sisi lain.
Salah satu peluang dari KMP di sektor pertanian adalah potensinya untuk membentuk sistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan adil dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk produsen, konsumen, dan pihak-pihak lainnya.
Bahkan, di negara lain KMP juga dapat merangkul pemangku kepentingan yang ada di ranah publik dan privat, seperti pemerintah maupun swasta.
Ajates (2018) menemukan bahwa KMP memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara produsen dan konsumen.
Dengan membangun hubungan langsung dan mempromosikan transparansi serta kepercayaan di antara kelompok anggota. KMP berkontribusi menciptakan komunitas pertanian yang lebih terhubung dan kolaboratif.
Berbeda dengan koperasi pertanian tradisional, di mana hierarki manajerial sering mencerminkan perusahaan swasta dan petani memiliki hubungan yang lebih pasif dengan koperasinya.
Hal itu seperti hanya hadir dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan berjarak dari pengelolaan koperasi.
Sedangkan temuan di lapangan, KMP di sektor pertanian lebih inklusif. Model KMP, menurut Ajates (2017), membangun rasa kepemilikan yang kuat di antara anggotanya.
Selain itu, Zhao dan Gijselinckx (2011) menyatakan bahwa KMP di China dapat memobilisasi sumber daya dari berbagai pemangku kepentingan.
Sumber daya ini, mulai dari modal hingga keterampilan, dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pertanian yang lebih berkelanjutan dan inklusif melalui KMP, mengatasi isu-isu seperti trilema koperasi di atas.