Di Indonesia, KMP sektor pertanian berpeluang tumbuh dengan melihat data saat ini ada 13.173 koperasi yang aktif dalam sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Bayangkan potensinya jika mereka adopsi model multi-pihak. Berapa banyak pihak dalam rantai nilai yang dapat terlibat sebagai kelompok anggota di KMP.
Seberapa besar mobilisasi sumber daya yang dapat terjadi dan seberapa besar manfaat yang dapat diperoleh dari kolaborasi ini. Semua ini, tentu saja, dilakukan dalam koridor prinsip koperasi: demokratis dan adil.
Selain berbagai peluang di atas, penelitian yang dilakukan oleh Ajates (2017; 2018; 2021) dan Zhao serta Gijselinckx (2011) menemukan sejumlah tantangan yang dihadapi oleh KMP di sektor pertanian.
Tantangan-tantangan ini tidak hanya spesifik bagi KMP di sektor pertanian, melainkan juga mencakup KMP secara umum.
Pertama, KMP menghadapi kompleksitas dalam tata kelola dan pengambilan keputusan. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan sudut pandang yang berbeda tentu membawa tingkat kompleksitas tinggi.
Dalam hal ini, Ajates (2021) menyoroti bahwa tantangan ini dapat diatasi melalui penerapan pendekatan pengelolaan jaringan refleksif.
Caranya seperti penggunaan pembobotan dalam pemungutan suara atau pembobotan dalam perwakilan pengurus untuk menghindari konsentrasi kekuasaan pada satu kelompok anggota.
Beberapa KMP di Indonesia telah mengadopsi pendekatan ini dengan mempertahankan mekanisme one man, one vote pada Rapat Anggota Kelompok. Di sisi lain memberlakukan pembobotan hak suara pada Rapat Anggota Paripurna.
Tantangan kedua, menurut Lund (2011), adalah menentukan proporsi pembagian sisa hasil usaha (SHU) koperasi.
Jika di koperasi tradisional, distribusi SHU menggunakan prinsip patronage refund, di mana semakin besar partisipasi anggota pada koperasi, maka semakin besar SHU-nya.
Namun di KMP misalnya, masing-masing kelompok anggota memiliki partisipasi yang berbeda-beda.
Anggota petani berpartisipasi memasok produk pertanian, anggota pekerja berpartisipasi dalam mengelola operasional KMP, anggota konsumen berpartisipasi dalam membeli produk koperasi, dan lain sebagainya.
Maka tantangannya adalah mengukur partisipasi tiap kelompok anggota secara berkeadilan.
Di tengah peluang dan tantangan yang dihadapi, eksperimen kolaboratif KMP di sektor pertanian tetap menarik untuk diikuti.
Keberhasilannya akan bergantung pada kemampuannya mengelola keberagaman dan menjembatani kesenjangan antarkelompok anggota. Sembari kemudian menciptakan ruang untuk pertumbuhan usaha berkelanjutan dan inklusif di industri tersebut.
Tantangan ini tentu tidak mudah, terutama mengingat model KMP masih dalam tahap awal adopsi di Indonesia.
Proses evaluasi mungkin baru akan memberikan gambaran jelas dalam rentang waktu lima tahun mendatang. Sehingga terjawab apakah KMP dapat menjadi solusi seperti yang dibayangkan komunitas petani Bali seperti di atas benar-benar terjadi.
*Anggota Dewan Pakar ICCI, kandidat doktor di Faculty of Business and Economics, Monash University, Australia dan sedang meneliti model koperasi multi pihak di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.