Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sanip, Bertahan di Tengah Stigma Serba Mahal SCBD

Kompas.com - 10/12/2023, 06:00 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Stigma “apa pun serba mahal di SCBD” ternyata tidak sepenuhnya benar. Masih ada "hidden gem", tempat makan yang masih menawarkan harga makanan yang relatif ramah kantong di kawasan bisnis Jakarta itu.

Tempat tersebut yaitu Kantin Kopkar atau Koperasi Karyawan BEI di basement atau P1 Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga makanan di tempat ini masih ada yang di bawah Rp 20.000 per porsi, bahkan sudah gratis dapat air putih juga.

Oleh karena itu, kantin ini bisa menjadi alternatif bagi karyawan atau pengunjung yang ingin berhemat.

Baca juga: Lokasi Jadi Faktor Moncernya Bisnis F&B, Benarkah?

Tak selalu manis

Sanip (50), salah satu pedagang rawon dan tongseng yang berjualan di Kantin Kopkar, menceritakan kesannya setelah 5 bulan berjualan di SCBD, terutama di Gedung BEI yang merupakan pusat pengelolaan pasar saham di Indonesia.

Berjualan di gedung perkantoran seperti BEI memang punya daya tarik tersendiri di bandingkan lapak pinggir jalan. Sebab menurut Sanip, pembelinya atau target pasarnya sudah jelas yaitu para karyawan.

Saat ini setiap harinya, ia bisa menjual 20-30 porsi rawon atau tongseng dengan harga per porsinya Rp 25.000. Dengan hasil itu, ia bisa dapat omzet sekitar Rp 15 juta per bulan.

Baca juga: Kisah Mantan OB dengan 1.000 Gerai Waralaba

Situasi kawasan SCBD Sudirman, Jakarta yang menjadi lokasi kegiatan jalan sehat bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.Kompas.com / Nicholas Ryan Aditya Situasi kawasan SCBD Sudirman, Jakarta yang menjadi lokasi kegiatan jalan sehat bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Namun, Sanip punya tantangan. Baginya, tantangan terbesar berjualan di SCBD adalah biaya sewa yang tidak bisa dibilang kecil. Setiap bulannya, ia harus membayar sewa Rp 3 juta untuk tempat berjualan yang berukuran sekitar 3x3 meter.

Meski sudah dilengkapi listrik, namun untuk mencuci piring, lokasinya berada di luar kantin. Selain itu, masak harus pakai kompor listrik. Penggunaan kompor gas dilarang.

Sanip bilang, dengan biaya sewa Rp 3 juta per bulan itu, ia masih mendapatkan profit walaupun tidak besar.

“Kita terbentur di biaya sewa, ya kalau misalnya di luar mungkin bisa ratusan ribu. Tapi kalau di sini enggak dapat segitu,” ujar pria yang memiliki 2 anak yang masih sekolah tersebut.

Baca juga: Kisah Sukses Mi Udon Takaya Awata, Jadi Miliarder Usai Drop Out Kuliah

Selain biaya sewa yang mahal, pendapatan Sanip juga tergerus biaya produksi yang juga tinggi. Maklum saja, harga-harga pangan sudah naik sejak jauh-jauh hari. Hal itu membuat biaya produksi Sanip juga ikut bengkak.

Menurutnya, teman-temannya sesama pedagang juga mengalami hal yang sama.

“Biaya sewa kalau kita bandingin dengan bisnis kita ya berat. Teman-teman di sini juga mengalami hal sama. Mereka mengalami penurunan omzet, terutama mereka yang mulai berjualan saat Covid-19 di mana saat itu jumlah tenan masih sepi,” jelasnya.

Di sisi lain, opsi untuk menaikan harga makanan juga sulit dilakukan. Sanip khawatir hal itu justru membuat pelanggannya kabur mencari tempat makan lain.

“Kalau kita kasih harga terlalu tinggi juga berat ya. Keuntungan rata-rata kita per hari juga enggak bisa dipukul rata, kadang ramai dan kadang juga sepi, enggak tentu,” ujar dia.

Baca juga: Kisah Sukses Wang Xiaokun Jadi Miliarder berkat Jualan Milk Tea

Terlanjur cinta

Meski sadar betul besarnya tantangan berjualan di SCBD, tapi Sanip sudah terlanjur jatuh cinta dengan dunia kuliner. Ia sudah makan asam garam karena sudah berada di bidang itu selama 30 tahun.

Sebelum jadi pedagang, Sanip sempet berkerja di bagian produksi salah satu perusahaan F&B ternama untuk hotel, katering, dan sentral produksi. Namun tahun ini, Sanip berhenti kerja di perusahaan tersebut.

Ketertarikan Sanip di dunia kuliner sudah ada sejak kecil. Ia mangatakan sudah suka memasak sejak kecil. Oleh karena itu, meskipun bukan lulusan SMK Tata Boga atau anak koki, ia percaya diri untuk membuka usaha kuliner di usianya yang sudah tidak muda ini,

Baca juga: Ini Kisah 2 UMKM yang Berhasil Tingkatkan Omzet dan Masuk Pasar Ekspor

“Saya sudah kerja di bidang kuliner selama lebih dari 30 tahun. Saya mengambil usaha berjualan ini, pertimbangannya karena produktivitas manusia semakin lama semakin berkurang. Dengan usia saya sekarang, saya masih kuat dengan keahlian saya saat ini kenapa tidak saya coba berwirausaha,” ujarnya.

“Sejauh ini untuk kebutuhan rumah tangga, memang dari bekerja income-nya lebih besar. Tapi untuk jangka panjang ke depan, kita masih berusaha untuk mensiasati kondisi ini agar bisa bertahan,” sambungnya.

Sanip sudah melihat banyak temannya yang juga pedagang mengakhiri perjuangannya sebagai pedagang makanan di Kopkar.

Baca juga: Kisah Sukses Toto Sugiri, Orang Terkaya Ke-23 di RI yang Sempat Jadi Sopir Taksi

Menurutnya, banyak tenan datang dan pergi, karena pendapatan yang dihasilkan tidak mampu menutupi biaya-biaya untuk melanjutkan usaha.

Meski begitu, Sanip meyakini kesuksesan di dunia kuliner tak bisa datang instan. Oleh karena itu, ia masih teguh berdiri sebagai padagang makanan.

“Tapi memang orang usaha tidak langsung sukses, kita harus punya prinsip dan konsistensi,” kata dia sambil tersenyum.

Bahkan diusaha yang masih seumur jagung itu, Sanip memberanikan diri melebarkan usaha kulinernya dengan menyewa beberapa tempat berjualan di beberapa gedung perkantoran lain di Jakarta, yakni di Menara BNI dan Equity Tower.

Agar usahanya berjalan, ia juga mempekerjakan 3 orang untuk mengelola usahanya. Di dua lokasi tersebut, Sanip berjualan pecel lele, pecel ayam, dan rawon.

Baca juga: Kisah Sukses Sunandar, Berjualan Sandal Hingga Thailand bersama Shopee

Peduli lingkungan

Sanip juga tidak kalah dalam upaya mendukung bisnis berkelanjutan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan, termasuk food waste. Melalui pengalamannya di bisnis F&B, Sanip juga turut menjaga lingkungan dengan meminimalisir dan mengelola sisa makanan.

Melalui strategi yang ia terapkan dalam usaha kulinernya, Sanip berupaya untuk mengurangi jumlah makanan terbuang.

Misalnya memastikan takaran per porsi dengan standar, melakukan analisa kecil mengenai jumlah posri untuk pelanggannya, dan membawa bahan makanan secukupnya dan tidak berlebihan.

“Saya sudah membuat porsi dari rumah, saya juga konsisten dengan rasa, dan volume. Saya juga siasati gimana caranya, saya kalau bikin base itu sekaligus. Menu saya kan kuah semua, kita harus konsisten dengan bahan bakunya, dan harus sesuai juga,” jelasnya.

“Jadi dengan menerapkan strategi yang saya pelajari selama 30 tahun di bisnis F&B, saya tidak memiliki waste bahan terbuang,” tambah dia.

Baca juga: Kisah Teuku Markam, Juragan Aceh Penyumbang 28 Kg Emas di Puncak Monas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Whats New
478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Whats New
Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com