Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumarjo Gatot Irianto
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian/Presiden Komisaris PT Berdikari (Persero)

Sistem Produksi Padi: Margin Keuntungan Petani Terus Tergerus

Kompas.com - 13/12/2023, 15:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Biaya tenaga kerja terus meningkat, harga pupuk dan pestisida yang terus melambung tidak seimbang dibandingkan peningkatan harga gabah.

Biaya irigasi di beberapa tempat menyentuh Rp 3 juta, biaya pengendalian OPT paling tidak 10 kali per musim untuk memastikan padi bisa berproduksi, menjadi bukti nyata bahwa margin usaha tani semakin tergerus.

Bahkan dalam kondisi ekstrem, petani dengan jujur mengatakan bahwa sesungguhnya usaha tani lebih banyak merugi. Kalaupun ada keuntungan, sangat tipis dan tidak memungkinkan lagi untuk membiayai proses produksi pada musim tanam berikutnya.

Bahkan begitu ekstremnya, petani ada yang melontarkan kalimat sangat menyedihkan. Mereka menyampaikan, jika kondisi ini terus berlangsung, maka mereka berpikir lebih menguntungkan menjual ke Perumnas atau developer yang mampu membayar mahal dan uangnya untuk kegiatan lebih produktif, daripada berusaha tani marginnya terus tergerus, dengan ketidakpastian usaha yang tinggi.

Sangat menyedihkan dan itulah faktanya. Fakta empirik margin keuntungan yang tergerus ini berdampak pada banyaknya lahan puso yang tidak digarap di banyak kabupaten sentra pangan Subang, Karawang, Indramayu, Klaten karena kehabisan modal, frustasi, putus asa akibat sering gagal panen.

Rendahnya manfaat yang diterima petani dari hilirisasi gabah yang nilai tambah terbesar menyebabkan pemiskinan petani terus terjadi.

Manfaat hilirisasi lebih banyak diterima oleh penggilingan padi yang dikuasai pemodal besar.

Kesalahan fundamental yang dilakukan pemerintahan sebelumnya adalah meliberalisasi usaha tani padi hulu, on farm dan hilir, saat negara dalam kondisi ekonomi tidak baik baik saja, sehingga multi nasional bebas masuk dan mengendalikan sistem produksi padi yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Saat itulah terjadi distruksi dan eksploitasi sistemik terhadap petani secara kontinyu atas sistem produksi padi nasional.

Padahal sistem produksi padi nasional sangat menentukan nasib dan masa depan Indonesia. Pascapanen dan pengolahan hasil merupakan sumber pendapatan utama selain beras.

Pemerintah berbisnis dengan petani

Distruksi sistem produksi padi nasional juga dilakukan secara sadar dan kontinyu melalui kebijakan pemerintah melalui impor beras yang berlebihan dan kontinyu.

Saat itu publik melihat, pemerintah bukan ingin mengurangi kelangkaan pasokan dan mahalnya harga beras, melainkan lebih kental pada sisi pemerintah berbisnis dengan petani.

Beras impor mendistorsi pasar dan harga beras dalam negeri, karena selisih harganya sangat menggiurkan. Pemerintah yang berbisnis dengan rakyatnya, sesungguhnya merupakan bentuk eksploitasi terbuka atas petani dan rakyat miskin.

Importasi yang terus menerus dengan jumlah terus meningkat karena tergiur keuntungan besar, tanpa ada penyelesaian pemenuhan produksi dalam negeri, dipastikan sistem produksi padi nasional akan hancur sebagaimana yang terjadi pada kedelai, bawang putih, gula pasir dan dagang sapi.

Celakanya, pemerintah termasuk kita semua tidak menyadari dampak buruk jangka panjang yang ditimbulkan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com