Saya yakin semua pihak mendukung visi Indonesia menjadi Pusat Industri Halal dunia. Bagaimana tidak, sebagai negara dengan populasi Muslim terbanyak, kok hanya peringkat 4 di "ranking global" berdasarkan State of Global Islamic Economy Report (SGIE Report)?
Kalah dari Malaysia yang petahana 8 tahun ranking 1 global, dengan total skor Global Islamic Economic Indicator (GIEI) per laporan 2022 adalah 207,2, diikuti Arab Saudi (97,8), Uni Emirat Arab (90,2), dan Indonesia (68,5).
Ranking ini memotret perkembangan ekonomi Halal di sektor keuangan, makanan minuman (mamin), pariwisata, fashion, kosmetik dan farmasi, serta media, dan rekreasi.
Di sektor mamin, sebenarnya Indonesia sudah menanjak ke ranking 2, namun selisih skornya masih cukup jauh: Malaysia 123,4 dan Indonesia 71,1.
Untuk menaikkan skor itu, indikator yang dinilai bukan hanya soal perkembangan komitmen kebijakan terkait regulasi dan sertifikasi, tapi juga nilai ekonomi sektornya (market size), termasuk nilai ekspor produk halal.
Jadi, caranya tidak melulu hanya dengan grasa grusu kejar target 10 juta produk bersertifikat halal pada 2024 di saat kondisi ekosistem rantai pasoknya masih belum siap.
Melainkan juga bisa dengan mendalamkan dukungan untuk produk UKM unggulan dan siap ekspor, agar dapat tembus lebih banyak negara dan cetak nilai ekspor yang lebih besar.
“Bu, persaingan untuk dapat omzet tuh makin susah. Eh malahan disuruh bayar ini-itu. Baru aja diancam denda karena izin edar belum kelar. Udah ada ini lagi," curhat mereka.
Alih-alih ancam dengan sanksi, Pemerintah perlu sempurnakan regulasi teknis dan sistem implementasinya.
Sistem SiHalal tersedia tahun 2021, umumnya perlu 5-10 tahun membiasakan penggunaannya agar prima layani masyarakat.
Lebih penting lagi, Pemerintah harus siapkan ekosistem rantai pasok halalnya. Apakah adil mewajibkan rakyat mengurus SH di saat mencari daging dari RPH ber-SH saja lebih sulit dan lebih mahal?
Pemerintah bisa pertimbangkan untuk mengubah prosedur SH self declare agar benar-benar self-declare, tanpa perlu validasi dan verifikasi Komite Fatwa.
Namun, pemerintah perlu siapkan logo yang sedikit berbeda khusus untuk SH self declare, misalnya maksimal berlaku 5 tahun dan wajib ditingkatkan ke SH reguler setelahnya.
Opsi lain, kembalikan urusan sertifikasi halal sebagai urusan voluntary, alias sukarela. Setelah rantai pasok halal siap, dapat dinaikkan menjadi mandatory.
Jangan wajibkan setiap anak pandai berenang, sebelum kita cukupkan ketersediaan kolam dan pelatihnya.
*Founder UKMIndonesia.id dan Ketua I Komite Eksekutif ICCI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.