JAKARTA, KOMPAS.com - Ancaman serangan siber terus mengintai para pengguna internet di Indonesia, terutama modus-modus yang memanfaatkan kelengahan masyarakat sebagai korban.
Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sepanjang 2022 telah terjadi 370,02 juta serangan siber. Jumlah ini meningkat 38,72 persen dibanding 2021 dan asal serangan didominasi dari dalam negeri sebanyak 84,86 juta.
Dari sisi pemerintah, pentingnya perihal keamanan siber ini membuahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang kini telah mencapai tahap finalisasi Rancangan Peraturan Pelaksanaan (RPP) PDP untuk segera diberlakukan dalam beberapa waktu mendatang.
Baca juga: Mengantisipasi Kerugian Kejahatan Digital dengan Asuransi Siber
Peraturan ini turut bertujuan untuk mendorong kewaspadaan semua pihak, terlebih masyarakat yang rentan dijadikan target langsung berbagai bentuk serangan siber, contohnya melalui domain phishing.
Secara sederhana, domain phishing adalah metode pencurian data secara digital dengan menggunakan situs yang dipalsukan agar terlihat serupa aslinya dan meyakinkan.
Para pengguna internet menjadi korban setelah mereka memberikan data-data penting, seperti identitas atau informasi perbankan melalui situs-situs tiruan tersebut.
Dampaknya pun bermacam-macam mulai dari kehilangan uang, pemalsuan data diri hingga kehilangan akses ke perangkat pribadi.
Baca juga: Sebagian Besar Serangan Siber ke Perusahaan akibat dari Kelalaian Manajemen
Siapa saja bisa menjadi korban phishing, dan Blibli mengambil langkah-langkah pengamanan aktif demi melindungi konsumen maupun karyawan.
Salah satunya dengan membentuk dan mengoperasikan Computer Security Incident Response Team (CSIRT) yang melakukan take down atau pencekalan situs phishing.