Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Spa Tolak Pajak Hiburan 40 Persen, Bisa Mematikan Usaha

Kompas.com - 13/01/2024, 06:56 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Spa & Wellness Indonesia (Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia) menolak aturan 40 persen Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) serta mendesak pemerintah untuk meluruskan definisi spa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022.

Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Mohammad Asyhadi mengatakan, munculnya aturan 40 persen pajak PBJT berpotensi mematikan usaha spa di seluruh Indonesia karena harga jasa spa otomatis akan naik sehingga akan mengurangi minat masyarakat melakukan terapi kesehatan.

“Memasukkan usaha jasa pelayanan bisnis spa sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah tidak tepat,” kata Asyhadi dalam siaran pers yang diterima Kontan, Jumat (12/1/2024).

Baca juga: Pajak Hiburan di Bali Naik 40-75 Persen, Sandiaga: Spa Bagian dari Jasa Kebugaran

Ilustrasi spa sebagai salah satu bentuk wisata kebugaran.UNSPLASH/THE ANAM Ilustrasi spa sebagai salah satu bentuk wisata kebugaran.

Selain itu, Asyhadi menjelaskan pelaku usaha spa akan semakin terbebani dengan pajak yang besar, karena selain pajak PBJT 40 persen, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11 persen, pajak penghasilan badan (PPh) 25 persen, dan PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5 sampai 35 persen tergantung Penghasilan Kena Pajak atau PKP.

Menurutnya, pelaku usaha spa yang mayoritas usaha kecil menengah (UKM) tutup semenjak pandemi Covid-19 yang mengakibatkan para pekerjanya kehilangan mata pencaharian dan hingga kini belum bisa kembali normal.

Di saat industri spa berusaha menata kembali usahanya, tiba-tiba dihadapkan pada munculnya aturan 40 persen pajak PBJT ini.

"Penerapan aturan 40 persen pajak PBJT itu sangat berpotensi menggerus keberlangsungan usaha spa di Indonesia, di mana spa merupakan jasa pelayanan di bidang perawatan dan kesehatan, bukan bidang hiburan atau bidang lainnya," ucapnya.

Baca juga: Hotman Paris Pertanyakan Pajak Hiburan Tembus 75 Persen, DJP: Itu Kewenangan Pemerintah Daerah

Menurut data Global Wellness Institute (2023), Indonesia berada di peringkat ke-17 sebagai pasar tujuan wisata kebugaran.

Wellness tourism ini menciptakan 1,3 juta lapangan kerja yang baru dan berkualitas. Selama tahun 2017 hingga 2019 terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah spa di Indonesia yakni mencapai 15 persen.

Asyhadi menuturkan, Indonesia tak hanya didukung oleh suasana dan keindahan alam, tapi juga memiliki pusat relaksasi dan spa berbasis produk tradisional yang tersebar di berbagai daerah.

Oleh karenanya, ia sungguh menyayangkan jika potensi besar spa yang ada di depan mata ini terancam sirna bila aturan mengenai pajak PBJT ini masih diberlakukan.

Baca juga: Dukung Sektor Pariwisata, Kemenaker Kembangkan Kejuruan Spa Therapist

Sebagai informasi, tarif pajak hiburan yang dimaksud tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU KHPD).

Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Namun, tarif PBJT tersebut akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda). (Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli)

 

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Asosiasi Spa Tolak Penetapan Pajak 40%, Bisa Mematikan Dunia Usaha

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com