Ratna mengatakan, roti-roti buatannya memang mempertahankan resep kue asal Belanda, tanpa pengawet, pengempuk, dan bahan kimia lainnya.
Roti yang dibuatnya mengandung, tepung, mentega, ragi, dan gula, sehingga memberikan tekstur yang padat.
“Sehari bikin sedikit, hanya 5 kg dan habis. Kita buka jam 8, roti masih hangat itu baru mateng, dan kita tutup jam 5 sore. Roti yang dijual ada berbagai macam, mulai dari roti tawar, roti manis, coklat, keju, gambang, pisang-keju, pisang-coklat, kismis, dan roti ayam, kisaran harga Rp 5.000 sampai Rp 10.000,” ujar Ratna.
“Dulu itu banyak bikin, sekarang sedikit asal bisa habis,” lanjut dia.
Ratna bilang, untuk menjual roti sehari-seharinya dia menganggarkan modal belanja Rp 300.000. Jumlah tersebut ia belikan bahan-bahan roti berkualitas, mulai dari tepung, mentega, hingga toping roti, agar cita rasa produk buatannya tetap terjaga.
“Untungnya sedikit ya, sekitar Rp 400.000-an lah omzetnya sehari. Yang penting ada kegiatan, kalau produksi banyak juga saya tidak kuat, karena pegawai kita cuma seorang,” ungkap dia.
Ratna berharap bisnis turun temurun ini tidak usai begitu saja. Dia ingin, kelak anaknya bisa melanjutkan cita-cita leluhurnya dengan mengembangkan dan melanjutkan bisnis tersebut.
Baca juga: Cerita UMKM Binaan HMSP, Lestarikan Tenun Bali yang Gunakan Bahan Alami
Dia bilang, anak semata wayangnya yang saat ini sudah berhenti bekerja di Tangerang akan melanjutkan bisnis tersebut dengan mendirikan kafe. Walau demikian, untuk mendirikan bisnis baru, tentu dibutuhkan modal yang tidak kecil, tapi dia optimis hal tersebut bisa dilakukan, meskipun butuh waktu.