Daud dulunya sempat bekerja membuat roti di toko roti milik orang Belanda di Bogor. Berakhirnya masa kolonial membuat toko roti tempat Daud bekerja akhirnya dijual.
Baca juga: Cerita Jastiper dari Malang dan Banjarmasin Raup Omzet Puluhan Juta di Pameran Jakarta X Beauty
Namun, Daud tetap melanjutkan usaha membuat roti dengan mempertahankan resep dan cita rasa Belanda.
Tahun 1937 ibu dari Daud, Lie Kwie Nio membeli bangunan yang berada di De Leauweg 18, yang saat ini di kenal dengan Jl. Mawar Nomor 22. Di sanalah Daud mulai merintis bisnisnya, tepatnya di tahun 1939 hingga 1940.
Daud memberi nama toko kue dengan Bahasa Belanda, ‘Delicieus’ yang artinya lezat. Di bawah tulisan Delicieus tertulis ‘Brood Koek En Banket Bakkerij Snoepwinkel’ yang artinya Toko Roti, Kue Kering, dan Permen.
Bisnis roti dan kue yang dirintis lebih dari delapan dekade lalu itu mulai mengalami penurunan omzet sejak tahun 1990-an di tengah kehadiran nama-nama besar di bisnis kue dan roti.
Baca juga: Cerita Para ‘Penarik Becak’ di Solo, Ada yang Pendapatannya Mencapai Rp 5 Juta Sebulan
Sembari menikmati roti coklat keju, Ratna bercerita bahwa usahanya saat ini hanya sekedar menjual roti dalam jumlah kecil saja, karena peminatnya terus berkurang lantaran bisnis roti dan kue
“Dulu kan belum banyak saingan, ya kan sekarang sudah banyak pabrik roti, banyak toko kue dan roti yang kekinian juga, yang bikin omzet turun. Kira-kira di tahun 1990-an ya turun omzetnya,” kata Ratna.
Selain itu, perkembangan zaman yang semakin maju juga membuat alat-alat pembuat roti semakin menjamur dan mudah didapat. Sehingga, banyak orang memilih membuat roti sendiri, daripada membelinya di toko kue.
Ratna bilang, saat ini langganan yang bisa membeli roti buatannya semakin berkurang karena memang tak banyak lagi yang menyukai ‘roti jadul’.