Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu: Pajak Rokok Elektrik Bukan untuk Pendapatan, tapi Kendalikan Konsumsi

Kompas.com - 25/01/2024, 17:28 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lydia Kurniawati mengatakan, penerapan pajak rokok, termasuk rokok elektrik dilakukan untuk pengendalian konsumsi di masyarakat.

Ia memastikan penerapan pajak rokok konvensional dan rokok elektrik bukan semata-mata untuk menambah pendapatan negara.

"Sekali lagi bukan semata-mata menggali pendapatan sebanyak-banyaknya tetapi lebih kepada fungsi instrumen mengendalikan konsumsi," kata Lydia dalam FGD "Urgensi Pengenaan Pajak Rokok Elektrik untuk Melindungi Konsumen" di Gondang Dia, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024).

Baca juga: YLKI: Pajak Rokok Elektrik Diperlukan untuk Kendalikan Konsumsi

Lydia mengatakan, pengendalian konsumsi tersebut dilakukan lantaran rokok memiliki kandungan zat adiktif yang berdampak pada kesehatan.

Selain itu, ia mengatakan, penggunaan rokok elektrik secara rutin dapat memicu penyakit kardiovaskular, kanker paru-paru, dan penyakit berbahaya lainnya.

"Rekan-rekan BPOM dan Kemenkes yang paling ahli dan memahami kondisi tersebut. maka disitulah peran pajak dan cukai," ujarnya.

Lebih lanjut, Lydia mengatakan, pemerintah daerah dapat menggunakan pajak rokok tersebut untuk dialokasikan guna mendanai pelayanan masyarakat dan penegakan hukum.

"Dialokasikan paling sedikit 50 persen. Kemudian melakukan pengawasan terhadap rokok di daerag masing-masing termasuk adanya rokok ilegal," ucap dia.

Sebagai informasi, mulai 1 Januari 2024, rokok elektrik dikenai pajak. Kebijakan ini tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Rokok, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menyatakan, tujuan diterbitkannya PMK tersebut sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat.

Untuk itu, peran para pemangku kepentingan termasuk pelaku usaha rokok elektrik dalam mendukung implementasi kebijakan ini menjadi sangat penting.

"Pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) pada tanggal 1 Januari 2024 ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018," sebut dia dalam keterangan resmi, Sabtu (29/12/2023).

Adapun rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

Dia menyebutkan, pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik akan berkonsekuensi pula pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes).

Namun pada saat pengenaan cukai atas rokok elektrik pada tahun 2018, belum serta merta dikenakan Pajak Rokok.

"Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi yang cukup atas implementasi dari konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014 yang merupakan amanah dari Undang Undang Nomor 28 tahun 2009," kata dia.

Baca juga: Asosiasi: Pelaku Usaha Rokok Elektrik Tak Tolak Pajak, tetapi...

Pada prinsipnya lanjut Deni, pengenaan pajak rokok elektrik ini lebih mengedepankan aspek keadilan, mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, yang telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014, selain untuk pendapatan negara.

Menurut dia, dalam jangka panjang penggunaan rokok elektrik berindikasi mempengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan.

Adapun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 hanya sebesar Rp 1,75 triliun atau hanya sebesar 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.

Deni menyebutkan, kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik ini juga merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan terutama pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat.

Baca juga: Mulai Hari Ini, Rokok Elektrik Kena Pajak!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com