Singkatnya, PLTMH itu pun akhirnya resmi dibangun pada 2007. Pemerintah pun melirik karya kreativitas desa itu. Desa Gununghalu pun mendapatkan dana hibah dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat untuk merawat dan menjaga fasilitas itu.
Hingga saat ini ada 80 dari 100 rumah yang listriknya dipasok menggunakan PLTMH. Masing-masing rumah tangga mendapatkan jatah 450 watt dengan biaya iuran Rp 25.000 per bulan.
Baca juga: Capaian EBT 23 Persen pada 2025 Dipandang Sulit Terlaksana, Mengapa?
Dengan potensi yang ada, pelak masyarakat desa itu tak mau hanya menikmati PLTMH sebagai penerangan saja.
Meski demikian, mereka sepakat ingin mencari peluang yang ada untuk tamabahan penghasilan warganya.
Untungnya pada tahun 2009 mahasiswa pascasarjana Universitas Darma Persada yang sedang melakukan pengabdian masyarakat di sana, melihat desa itu memiliki kopi sebagai komoditas yang subur tumbuh di sana.
Berangkat dari sanalah pengolahan kopi dimulai dengan memasang merk kopi Tangsi Wangi dan resmi memulai produksinya dengan rutin sejak tahun 2010.
Baca juga: Pendanaan 9 Proyek EBT PLN Senilai Rp 51 Triliun Terhambat Aturan TKDN
Dusun Tangsi Jaya memiliki 89 petani kopi yang juga tergabung dalam koperasi. Tanaman kopi yang ditanam di lahan dengan total luas 50 hektar itu dipanen pada Maret hingga April.
Dalam satu tahun, jumlah biji kopi yang dipanen mencapai 40 ton yang kemudian diolah menjadi bubuk kopi. Selain dari lahan Dusun Tangsi Jaya, koperasi juga menerima pasokan buah kopi dari dusun sekitarnya.
Kopi yang ditanam oleh warga desa itu akan dibeli koperasi Rimba dengan harga yang kompetitif yakni mulai Rp 10.000 hingga Rp 18.000 per kilogram.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya