KOMPAS.com - Analis Citi Bank memperkirakan harga emas diperkirakan bisa melonjak hingga 3.000 dollar AS per ounce, dan minyak menyentuh level 100 dollar AS per barel dalam 12 hingga 18 bulan ke depan tergantung pada salah satu dari tiga kemungkinan katalis.
Harga emas dunia saat ini diperdagangkan pada level 2.016 dollar AS per ounce, dan dapat melonjak sekitar 50 persen, jika bank sentral meningkatkan pembelian logam kuning, terjadi stagflasi, atau resesi global yang parah.
“Jalur yang paling mungkin terjadi menuju 3.000 dollar AS per ounce,” kata Kepala penelitian komoditas Citi Amerika Utara Aakash Doshi mengutip CNBC.
Baca juga: Naik Rp 3.000 Per Gram, Ini Rincian Harga Emas Antam 20 Februari 2024
Dia mengatakan, emas adalah akselerasi cepat dari tren yang ada namun pergerakannya lambat. Dia mengatakan, de-dolarisasi di seluruh bank sentral negara berkembang pada gilirannya menyebabkan krisis kepercayaan terhadap dolar AS.
“Hal ini dapat melipatgandakan pembelian emas bank sentral, menantang konsumsi perhiasan sebagai pendorong terbesar permintaan emas,” jelas Doshi.
Doshi mengungkapkan, pembelian emas oleh bank sentral telah meningkat ke tingkat rekor dalam beberapa tahun terakhir, seiring upaya mendiversifikasi cadangan dan mengurangi risiko kredit.
Baca juga: Galeri 24 Luncurkan Emas Batangan Tema Batik Nusantara
“Bank sentral China dan Rusia memimpin pembelian emas, sementara India, Turki, dan Brasil juga meningkatkan pembelian emas batangan,” jelasnya.
Laporan Dewan Emas Dunia pada bulan Januari menyebutkan bahwa bank-bank sentral dunia telah mempertahankan lebih dari 1.000 ton pembelian emas bersih selama dua tahun berturut-turut.
“Jika jumlahnya meningkat dua kali lipat dengan sangat cepat menjadi 2.000 ton, kami pikir itu akan menjadi sangat bullish bagi emas,” ujar Doshi.
Baca juga: Cara Investasi Emas bagi Pemula agar Untung
Pemicu lain yang dapat mendorong harga emas hingga 3.000 dollar AS adalah resesi global yang parah. Doshi mengatakan hal itu dapat mendorong Bank Sentral AS untuk menurunkan suku bunganya dengan cepat.
“Itu berarti remnya telah dikurangi, bukan menjadi 3 persen, tetapi menjadi 1 persen atau lebih rendah. Hal itu akan membawa kita ke 3.000 dollar AS,” kata Doshi.
Harga emas cenderung memiliki hubungan terbalik dengan suku bunga. Ketika suku bunga turun, emas menjadi lebih menarik dibandingkan dengan aset pendapatan tetap seperti obligasi, yang akan menghasilkan imbal hasil yang lebih lemah dalam kondisi suku bunga rendah.
Suku bunga acuan The Fed berada di antara 5,25-5,5 persen sejak Juli 2023, tertinggi sejak Januari 2001 ketika melonjak menjadi 6 persen. Pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga pada bulan Mei atau Juni 2024.
Emas dianggap sebagai tempat berlindung yang aman (safe haven) dan cenderung berkinerja baik dalam periode ketidakpastian ekonomi ketika investor menjauh dari aset-aset berisiko seperti ekuitas.
Selain ketiga pemicu potensial ini, Doshi berpendapat bahwa perkiraan dasar untuk emas batangan adalah 2.150 dollar AS pada paruh kedua tahun 2024, dan harga emas rata-rata sedikit di atas 2.000 dollar AS pada paruh pertama.
“Rekor baru dapat dicapai menjelang akhir tahun 2024,” kata Doshi.
Baca juga: GajiGesa Luncurkan Fitur Baru, Bisa Investasi Emas Sebelum Gajian
Skenario lain yang disoroti dalam laporan Doshi adalah harga minyak yang kembali mencapai tiga digit. Katalis yang menyebabkan harga minyak mencapai 100 dollar AS per barrel termasuk risiko geopolitik yang lebih tinggi, pengurangan produksi OPEC+ yang lebih dalam, dan gangguan pasokan dari wilayah penghasil minyak utama.
Di sisi lain, perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung tidak berdampak pada produksi atau ekspor minyak. Yang merupakan satu-satunya dampak signifikan adalah serangan Houthi dari Yaman terhadap kapal tanker minyak dan kapal lain yang melintasi Laut Merah.
“Produsen minyak utama Irak terkena dampak konflik ini dan eskalasi lebih lanjut dapat merugikan pemasok utama OPEC+ lainnya di kawasan tersebut,” jelas dia.
Baca juga: Pemerintah Tahan Harga BBM Subsidi meski Harga Minyak Dunia Naik
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa ketegangan meningkat di perbatasan antara Israel dan Lebanon, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa perang di Gaza dapat menyebar ke tempat lain di Timur Tengah.
Doshi mengatakan Irak, Iran, Libya, Nigeria dan Venezuela rentan terhadap gangguan pasokan, dengan kemungkinan kebijakan sanksi AS yang lebih ketat terhadap Iran dan Venezuela.
“Risiko geopolitik lainnya seperti pasokan minyak Rusia, jika Ukraina menyerang kilang Rusia dengan drone, juga tidak dapat dikesampingkan,” ungkap dia.
“Doshi menyatakan bahwa perkiraan dasar untuk harga minyak adalah sekitar 75 dollar AS per barrel untuk tahun ini,” lanjutnya.
Patokan global Brent berjangka bulan April diperdagangkan pada 83,56 dollar AS per barrel, sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS bulan Maret berada pada level 79,13 dollar AS per barrel.
Baca juga: India Klaim Berjasa Bikin Harga Minyak Dunia Tak Melonjak, Kok Bisa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.