Harapan senada juga disampaikan Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi. Menurutnya, RPP Kesehatan perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi IHT.
"Kami mengusulkan agar pasal zat adiktif dikeluarkan dari pengaturan RPP Kesehatan dan dibuat RPP tersendiri yang cakupannya tidak jauh berbeda dengan PP 109 tahun 2012,” kata Benny.
Sementara, Perwakilan APTI Jawa Tengah Wisnu Brata turut menyayangkan pembahasan RPP Kesehatan yang dinilai terburu-buru.
Ia berharap, pemerintah dapat lebih bijaksana dalam memandang urusan pertembakauan dengan mengkaji ulang atau mengeluarkan pasal-pasal tembakau dari RPP Kesehatan.
Menurut Wisnu, akan ada dampak besar pada perekonomian petani tembakau jika RPP Kesehatan disahkan menjadi peraturan pemerintah (PP).
“Hal itu bahkan dapat menimbulkan konflik antara pemerintah dan petani tembakau,” tutur Wisnu seperti diberitakan Tribunnews, Sabtu (18/11/2023).
Senada dengan Wisnu, Perwakilan APTI Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin juga mengatakan bahwa RPP Kesehatan melihat masalah tembakau dan produk turunannya sebagai masalah kesehatan semata. Penyusunan RPP ini tidak mempertimbangkan dampak ekonomi, perdagangan, dan sosial.
Menurut dia, RPP Kesehatan—dengan pasal aturan tembakaunya—dapat merugikan mata pencaharian jutaan petani tembakau di Indonesia. Sebab, RPP tersebut semakin membatasi ruang gerak IHT, di antaranya melarang iklan dan promosi produk tembakau.
“Kami khawatir, RPP tersebut (justru) akan melemahkan daya saing pertanian tembakau rakyat,” imbuh Sahminudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.