Seterusnya, dari basis data tersebut, kebaruan (novelty) yang dihasilkan di antaranya adalah pengukuran rasio gini di level desa spesifik.
Adapun rasio gini agregat di level Provinsi hingga Pulau adalah agregasi angka rasio gini dari masing-masing desa yang telah terukur.
Pengentasan kemiskinan adalah isu mendasar (jika tidak dikatakan paling utama) pembangunan. Soedjatmoko, pun demikian Amartya Sen, menekankan betul hal tersebut.
Fokus pembangunan pada prinsipnya adalah manusia. Pada konteks itu, aspek yang vital dari manusia adalah urusan kesejahteraan (Soedjamoko, 2010 ; Amartya Sen, 2016).
Sejumlah hasil studi menunjukkan pola relasi antara ketimpangan pendapatan dan kemiskinan.
Studi Smeru (2016), misalnya, berujung temuan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan berkontribusi terhadap pelambatan laju penurunan kemiskinan di Indonesia.
Lalu, UNDP (2015) dalam publikasinya melaporkan bahwa keberhasilan pengentasan kemiskinan di banyak negara di Indonesia diperkuat oleh faktor penurunan ketimpangan pendapatan.
Sementara, Mussa (2014) dalam penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa kenaikan ketimpangan pendapatan berkontribusi terhadap kenaikan angka kemiskinan.
Peningkatan ketimpangan pendapatan perdesaan Indonesia pascaimplementasi UU Desa, dengan demikian, adalah ‘lampu kuning’ tanda waspada yang perlu direspons serius.
Terlebih, atas dasar fakta bahwa wilayah perdesaan Indonesia hingga saat ini masih menjadi locus kontributor kemiskinan dominan di Indonesia.
Dalam hal ini, indikator-indikator utama kemiskinan seperti Persentase Kemiskinan (P1), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), dan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P3), hingga saat ini masih mengarah ke wilayah perdesaan sebagai akar masalah.
Sejatinya, otonomi desa ditujukan sebagai instrumen pencapaian tujuan pemerataan. Untuk mencapai visi itu, desa diberikan rekognisi berikut dukungan fiskal–dalam bentuk Dana Desa–yang telah bergulir sebanyak total Rp 539 triliun sepanjang tahun 2015 hingga 2023 (Kemenkeu, 2023).
‘Lampu kuning’ yang menyala dari fenomena peningkatan ketimpangan pendapatan perdesaan Indonesia adalah pengingat (reminder) bahwa aksi pembangunan desa yang disponsori UU Desa keluar jalur.
Sehingga, perlu ada langkah pembenahan sebelum guliran persoalannya bertambah rumit dan berujung kegagalan pembangunan.
Sebuah kerugian yang tidak hanya merujuk pada konteks anggaran publik yang dialokasikan, tetapi yang lebih penting adalah kesejahteraan rakyat desa itu sendiri.