Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Penyebab Harga Beras Mahal Menurut Pemerintah, Ada Faktor Iklim

Kompas.com - 06/03/2024, 19:12 WIB
Krisda Tiofani,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga beras disebut-sebut mencapai yang tertinggi, dengan menyentuh Rp 18.000 per kilogram (kg).

Berdasarkan data dari panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rabu (6/3/2024), harga beras medium turun dibanding kemarin menjadi Rp 14.290 per kilogram. Sedangkan harga beras premium naik menjadi Rp 16.610 per kilogram.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Bapanas Budi Waryanto menyebutkan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pemicu mahalnya harga beras di Tanah Air.

1. Adanya perubahan iklim ekstrem

Budi mengatakan, perubahan iklim terjadi sejak Juni 2023 hingga Desember 2023 lalu, di mana tidak ada hujan selama masa tersebut.

"Desember ada sedikit hujan, ada jeda dua minggu. Data terakhir yang kami punya, menunjukkan data seperti ini," kata Budi dalam diskusi daring bertajuk “Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim” pada Selasa (5/3/2024).

Baca juga:

2. Produksi beras menurun

Budi menunjukkan data neraca produksi-konsumsi beras per 2023 dan 2024. Tercatat bahwa produksi beras dalam tiga bulan pertama 2024, lebih rendah daripada tiga bulan pertama 2023.

Sebanyak 1,34 juta ton beras diproduksi pada Januari 2023, dilanjut sebanyak 2,85 juta ton beras diproduksi pada Februari 2023, dan 5,13 juta ton beras diproduksi pada Maret 2023.

Sementara pada Januari 2024, hanya ada produksi 0,86 juta ton beras, 1,38 juta ton beras pada Februari 2024, dan 3,54 juta ton beras diproduksi pada Maret 2024.

"Ini yang menyebabkan, salah satunya, kami sudah antisipasi, merupakan paceklik yang luar biasa," ujar Budi.

Sejumlah petani menurunkan karung berisi gabah saat  panen raya di kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (3/3/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi potensi produksi beras nasional dari hasil panen raya pada Maret-April 2024 sebanyak 8,46 juta ton dan total dari jumlah beras tersebut cukup besar mampu  untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. ANTARA FOTO/Ampelsa Sejumlah petani menurunkan karung berisi gabah saat panen raya di kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (3/3/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi potensi produksi beras nasional dari hasil panen raya pada Maret-April 2024 sebanyak 8,46 juta ton dan total dari jumlah beras tersebut cukup besar mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

"Biasanya kalau musimnya normal, Oktober-November akhir itu sudah ada penanaman hampir merata di seluruh wilayah sentra tadi," tambah dia.

Padahal, data yang sama menunjukkan bahwa konsumsi beras selama Januari-Maret 2024 sama dengan periode yang sama pada 2023.

"Sehingga diperkirakan bahwa pengaruh terhadap kenaikan harga ini mulai Maret pertengahan akan turun. Jadi, sekarang memang wajar kalau terjadi harga (beras) tinggi," ungkap Budi.

Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa menurut perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisik (BMKG), mulai Mei 2024 terlihat penurunan jumlah air hujan di wilayah Jawa Timur.

"Teman-teman di Kementerian Pertanian sudah melakukan percepatan tanam untuk padi ini setelah panen sekitar Maret-April. Jadi memerlukan waktu 14 hari untuk mengolah tanah.

3. Masalah produktivitas petani

Budi mengatakan, ada masalah pada produktivitas petani yang mencakup kebutuhan pupuk hingga konversi lahan.

"Kami juga tidak menutup adanya konversi lahan. Oleh karena itu, perlu memang ke depan adanya lompatan-lompatan dalam rangka persiapan pangan pada skala lebih efisien," kata Budi.

Misalnya, adanya sistem koordinasi penanaman antarlembaga yang sudah ditetapkan untuk menjaga produktivitas petani dan ketersediaan pangan.

Baca juga:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Whats New
Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Whats New
Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Whats New
Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Whats New
Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Whats New
Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

Whats New
Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com