Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Penanganan Kemiskinan Ekstrem dengan Inklusi Keuangan

Kompas.com - 07/03/2024, 09:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANGKA kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem di Indonesia menunjukkan tren yang terus menurun dari tahun ke tahun.

Menurut catatan BPS, angka kemiskinan dalam satu dekade terakhir turun dari 11,36 persen pada 2013 menjadi 9,36 persen pada 2023.

Pada periode sama, kemiskinan ekstrem juga berhasil turun dari 7,31 persen pada 2013 menjadi 1,12 persen pada 2023.

Tren positif ini mendorong pemerintah untuk menjadikan target kemiskinan ekstrem pada 2024 mencapai atau mendekati 0 persen.

Hal ini ditandai dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Berbagai intervensi tengah dilakukan pemerintah untuk menggapai target tersebut. Salah satunya dikeluarkannya peraturan turunan, yaitu Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2022 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Secara spesifik disebutkan dalam Kepmenko PMK tersebut, terdapat tiga strategi besar dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Strategi tersebut adalah pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, serta penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.

Tulisan ini ingin menyoroti strategi peningkatan pendapatan masyarakat. Strategi ini dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat.

Upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan akses pembiayaan UMKM, khususnya akses terhadap lembaga keuangan formal, baik bank maupun non-bank.

Bentuk upaya ini dapat dipandang sebagai bagian dari inklusi keuangan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.

Dikutip dari laman Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, inklusi keuangan didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut catatan dari Bank Indonesia dalam buku berjudul Pedoman Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Inklusif Berbasis Kelompok Subsisten bahwa Inklusi keuangan juga sudah menjadi agenda global.

Pemerintah di berbagai negara melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan yang bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat, mendukung pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, serta mendukung stabilitas sistem keuangan.

Secara umum dikutip berdasarkan hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif 2021 yang dilakukan Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif bersama Bank Indonesia tercatat bahwa tingkat inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami tren peningkatan.

Penggunaan produk dan layanan keuangan formal, tercatat sebesar 83,6 persen masyarakat telah mengakses produk dan layanan keuangan formal. Angka ini meningkat sebesar 4,8 poin persen jika dibandingkan kondisi pada 2018.

Menyisakan ”PR”

Mengejar target percepatan penurunan kemiskinan ekstrem melalui inklusi keuangan merupakan bagian yang tidak terlepas dari multiple intervention penanganan kemiskinan yang saat ini terus diupayakan pemerintah.

Namun nampaknya diperlukan upaya perbaikan dalam tataran pelaksanaan intervensi program ini di lapangan. Pasalnya, meskipun secara nasional 83,6 persen masyarakat telah mengakses produk dan layanan keuangan formal, namun masih menyisakan PR jika ditilik lebih dalam.

Dari sisi kepemilikan akun maupun penggunaan produk dan layanan keuangan, misalnya, masih terlihat kesenjangan yang cukup signifikan antara penduduk di daerah perkotaan dan perdesaan.

Tercatat 74,8 persen penduduk perkotaan telah memiliki akun, namun di perdesaan baru 54 persen saja.

Demikian halnya dari sisi penggunaan produk dan layanan keuangan, yang memiliki kecederungan sama. Penduduk perkotaan yang menggunakan produk dan layanan keuangan mencapai 89,1 persen, sementara di perdesaan baru 77 persen.

Kemudian dari sisi status sosial ekonomi, kepemilikan akun, penggunaan produk dan layanan keuangan lebih banyak diakses oleh kelompok penduduk berpendapatan menengah ke atas.

Tercatat 71,0 persen penduduk berpendapatan menengah atas telah memiliki akun, sementara kurang dari separuh penduduk berpendapatan rendah yang telah memiliki akun, yaitu sebesar 46,9 persen.

Masih dengan pola sama, dari segi penggunaan produk dan layanan keuangan masih didominasi oleh mereka yang berpendapatan menengah atas sebesar 86,3 persen. Sementara mereka yang berpendapatan rendah baru mencapai 74,9 persen.

Berdasarkan sektor lapangan pekerjaan dan status pekerjaan, tercatat pekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan kelompok pekerja dengan kepemilikan akun dan penggunaan produk dan layanan keuangan paling rendah jika dibandingkan dengan sektor lainnya.

Tercatat baru 47,8 persen pekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan telah memiliki akun, angka ini cukup rendah. Misalnya, jika dibandingkan pekerja di sektor jasa yang telah memiliki akun mencapai 80,3 persen.

Selain itu, mereka pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang memiliki akun baru 70 persennya yang menggunakan produk dan layanan keuangan formal.

Sementara mereka pekerja di sektor jasa yang sudah menggunakan produk dan layanan keuangan formal mencapai 92,8 persen.

Penduduk miskin ekstrem merupakan irisan dari mereka yang dicirikan sebagai penduduk yang tinggal di daerah perdesaan, berpendapatan rendah, dan bekerja di sektor pertanian nampaknya masih berada dalam posisi tertinggal dan cenderung mengalami eksklusi keuangan seperti yang diulas di atas.

Sehingga dengan adanya Kepmenko PMK No. 32 tahun 2022 tentunya dapat menjadi katalis untuk mempercepat penyelesaian PR yang masih tersisa guna menutup kesenjangan. Dengan harapan tetesan inklusi keuangan juga sampai pada mereka yang dicirikan sebagai miskin ekstrem.

Peluang menurunkan kemiskinan ekstrem

Beberapa penelitian terbaru dalam lima tahun terakhir yang membahas terkait inklusi keuangan dan kemiskinan di Indonesia menemukan bahwa inklusi keuangan berpengaruh  signifikan secara statistik terhadap kemiskinan.

Secara umum penelitian tersebut menemukan bahwa variabel inklusi keuangan berpengaruh secara negatif terhadap kemiskinan.

Artinya bahwa semakin tinggi tingkat inklusi keuangan, maka cenderung membuat angka kemiskinan menjadi lebih rendah. Sebaliknya, jika mereka terekslusi keuangan, maka peluang mengalami kemiskinan juga semakin meningkat.

Menurut Bank Indonesia, mereka yang tereksklusi keuangan dapat menghambat memperoleh pendapatan, melindungi diri pada saat terjadi krisis serta membangun kesehatan dan ketahanan keuangan.

Kondisi ini tentunya dapat berdampak negatif pada rumah tangga jika terjadi gejolak sosial ekonomi seperti kenaikan harga kebutuhan pokok seperti saat ini. Sangat rentan bagi mereka untuk terjatuh dalam kemiskinan, bahkan kemiskinan ekstrem.

Sebaliknya, dengan adanya inklusi keuangan rumah tangga, maka mereka dapat menggunakan rekening tabungan untuk menabung, mendapatkan kredit untuk melakukan usaha dan meningkatkan pendapatan sampai dengan memitigasi risiko gejolak sosial ekonomi di masa depan.

Secara empiris seperti dikutip dari penelitian yang dilakukan Taufiq dan Suyasa (2023), bahwa rumah tangga yang tidak memiliki rekening, peluang untuk mengalami kemiskinan ekstrem meningkat sebesar 1,2 persen. Sementara rumah tangga yang tidak menggunakan layanan keuangan berpeluang mengalami kemiskinan ekstrem meningkat sebesar 0,6 persen.

Hasil penelitian ini menguatkan bahwa strategi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan inklusi keuangan akan mempercepat target penghapusan kemiskinan ekstrem.

Namun dengan catatan bahwa PR yang tersisa harus segera diselesaikan demi tercapainya target percepatan penurunan kemiskinan ekstrem.

Jika tidak, maka katalis dari sisi peningkatan pendapatan masyarakat, sepertinya hanya menjadi opportunity yang disia-siakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com