Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Sebut Harga Pangan Sulit untuk Turun ke Harga Semula

Kompas.com - 23/03/2024, 16:46 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga pangan dunia disebut masih berada di atas rata-rata harga sebelum pandemi. Hal ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, harga pangan dipengaruhi oleh efek tekanan global.

"Sulit untuk turun ke harga semula," kata dia dalam keterangan resmi, Sabtu (23/3/2024).

Baca juga: Mentan Amran Pastikan Tambahan Anggaran untuk Peningkatan Produksi Pangan dan Pupuk Bersubsidi Segera Terealisasi

Ilustrasi bahan pangan di pasar tradisional. SHUTTERSTOCK/ROSYID A AZHAR Ilustrasi bahan pangan di pasar tradisional.

Hal itu diperparah konflik Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel yang belum dapat diprediksi kapan berakhir sehingga mengacaukan rantai pasok.

Oleh karena itu, Tauhid bilang, pemerintahan baru nanti akan dihadapkan pada isu konsumsi rumah tangga yang tertahan.

Padahal, konsumsi rumah tangga berpengaruh sekitar 58 persen sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi cerminan persoalan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sementara dari perdagangan, Indonesia menghadapi tren surplus yang susut.

Baca juga: Ini yang Dilakukan ID Food untuk Jamin Stabilitas Harga dan Pasokan Pangan Selama Ramadhan

Sebagai gambaran, neraca perdagangan kumulatif periode Januari hingga Februari 2023 mencapai 9,28 miliar dollar AS, sementara pada 2024 hanya 2,87 miliar dollar AS.

Adapun pada Februari 2024, impor Indonesia tumbuh 15,8 persen, sedangkan ekspor minus 9,4 persen secara tahunan.

"Tantangan riil demikian ditambah stabilitas global bakal mengancam akselerasi target pertumbuhan ekonomi," imbuh dia.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. SHUTTERSTOCK/THAPANA_STUDIO Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Tauhid bilang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029 melalui skenario transformatif dan super transformatif mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,6 hingga 6,1 persen.

Baca juga: Food Estate dan Contract Farming Jauh dari Kedaulatan Pangan

Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 pun dipatok paling tinggi 5,2 persen.

Sedangkan calon presiden-calon wakil presiden terpilih yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menargetkan pertumbuhan 6-7 persen, bahkan ekonomi Indonesia dijanjikan meroket hingga 8 persen.

“Artinya kalau 2025 harus 6 persen itu sangat tidak masuk akal. Begitu pula kalau pertumbuhan ekonomi dikaliberkan sampai 7 persen apa lagi 8 persen, ini berat banget. Pemerintahan Pak Jokowi saja menargetkan sampai 2029 naik hanya sampai di 6,1 persen," terang dia.

"Tim ekonomi presiden baru nanti harus memutuskan koreksi target pertumbuhan ekonomi yang benar-benar achievable jadi bisa rasional, bisa ditargetkan sampai 2029,” tutup dia.

Baca juga: Kenaikan Harga Pangan Bisa Bikin Masyarakat Kelas Menengah Rentan Jatuh Miskin

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri dinilai akan relatif stabil di kisaran 5 persen.

Sebagai informasi, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 sebesar 3,1 persen sedangkan World Bank 2,4 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com