Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah Riil Jepang Turun Lagi, Apa yang Terjadi?

Kompas.com - 08/04/2024, 18:42 WIB
Filipi Jhonatan Partogi Situmorang,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

Sumber CNBC

 

TOKYO, KOMPAS.com - Jepang menghadapi tantangan serius dalam menjaga daya beli masyarakatnya. Ini ditunjukkan dari upah riil yang terus merosot selama 23 bulan berturut-turut.

Sebagai informasi, upah riil menggambarkan daya beli dari pendapatan alias upah yang diterima pekerja. Upah riil dihitung dari besarnya upah nominal dibagi inflasi. 

Meskipun terjadi kenaikan upah nominal, yang tercermin dalam angka statistik, kenyataannya daya beli uang dalam pembelian barang dan jasa sehari-hari terus menurun karena inflasi yang tinggi.

Baca juga: Nama Mata Uang Jepang, Sejarah, dan Nilai Tukarnya ke Rupiah

Ilustrasi mata uang yen Jepang.SHUTTERSTOCK/RRICE Ilustrasi mata uang yen Jepang.

Dikutip dari CNBC, Senin (8/4/2024), pada bulan Februari 2024, data dari Kementerian Tenaga Kerja Jepang menunjukkan penurunan upah riil sebesar 1,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara inflasi terus merangkak naik.

Ini menunjukkan ketimpangan yang signifikan antara pertumbuhan upah dan kenaikan harga-harga barang.

Perlu dicatat bahwa kenaikan upah yang baru-baru ini terjadi di Jepang, bahkan yang terbesar dalam 33 tahun terakhir, belum merata.

Sebagian besar keuntungan dari kenaikan upah tersebut terakumulasi pada sektor pekerjaan tertentu, terutama di perusahaan besar yang biasanya memiliki karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja.

Baca juga: Tembus Rekor, 63,2 Persen Warga Jepang Merasa Tak Punya Prospek Stabilitas Ekonomi

Namun, sebagian besar pekerja di Jepang, terutama yang bekerja di perusahaan kecil dan menengah, belum merasakan dampak positif dari kenaikan upah tersebut. Inilah yang mengakibatkan terus menurunnya daya beli rata-rata masyarakat Jepang.

Penurunan daya beli ini memiliki konsekuensi serius terhadap perekonomian Jepang secara keseluruhan.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. SHUTTERSTOCK/THAPANA_STUDIO Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.

Konsumen mungkin akan lebih berhati-hati dalam pengeluaran mereka, memilih untuk menabung daripada menghabiskan uang mereka. Hal ini mengakibatkan permintaan yang lemah, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Bank sentral Jepang atau Bank of Japan, yang telah berharap bahwa kenaikan upah akan mendorong konsumsi dan menghasilkan lingkaran virtuous di mana pertumbuhan upah mendukung kenaikan harga, kini dihadapkan pada tantangan yang besar.

Baca juga: Nilai Tukar Yen Jepang Anjlok ke Level Terendah dalam 34 Tahun

Mereka harus mencari solusi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi tanpa memicu inflasi yang tidak terkendali atau membebani masyarakat dengan beban ekonomi yang lebih berat.

Di sisi lain, para ahli percaya bahwa Bank of Japan tidak akan segera mengambil tindakan drastis seperti menurunkan suku bunga lebih rendah lagi atau mengendalikan kurva hasil obligasi.

Sebagai gantinya, mereka mungkin akan memantau dengan cermat perkembangan ekonomi dan berusaha untuk menemukan solusi jangka panjang yang berkelanjutan.

Dengan demikian, sementara tantangan yang dihadapi Jepang dalam menjaga daya beli masyarakatnya tidak dapat dianggap enteng, ada upaya yang sedang dilakukan untuk menemukan solusi yang tepat guna menghadapi situasi ini dengan bijak dan efektif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com