Ia berpendapat, dari 26.000 kontainer yang diberitakan tertahan, 85 persen di antaranya adalah barang jadi milik importir pedagang dan hanya 15 persen untuk kepentingan industri manufaktur.
Lebih lanjut, Redma mengatakan, industri hanya bisa tumbuh kuat, jika memiliki visi integrasi industri dalam hal ini hilirisasi dan penguatan hulu.
Namun, ia menilai visi pengembangan dan integrasi industri tersebut tidak didukung oleh Kementerian lain sehingga dapat berakibat pada terjadinya deindustrialisasi dengan industri sebagai korbannya.
"Ketiadaan aturan yang merupakan alat pengendalian impor dapat berpengaruh pada iklim investasi dan perkembangan industri tekstil dalam negeri, yang juga berdampak pada tingkat penyerapan tenaga kerja," ucap dia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merupakan revisi dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan Persyaratan Impor.
Direktur Jenderal Perdagngan Luar Negeri Budi Santoso menjelaskan, dalam Permendag 8 ini ada 7 komoditas yang dibebaskan syaratnya dari larangan terbatas atau lartas sehingga tidak membutuhkan persetujuan teknis atau pertek dari kementerian dan lembaga terkait.
“Melalui Permendag ini tidak mempersyaratkan pertimbangan teknis atau pertek lagi dalam pengurusan perizinan impornya untuk komoditas elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian, tas, dan katup. Pengaturannya adalah tidak diperlukan pertek dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin),” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Baca juga: Asosiasi Soroti Aturan Impor yang Berubah-ubah dan Dampaknya ke Industri Dalam Negeri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.