"Namun BKPM sudah mengatur mengenai pembatasan investasi atau pembangunan industri semen tersebut dalam sistem Online Single Submission (OSS). Jadi dalam sistem OSS tersebut dilakukan penguncian terhadap permohonan pembangunan pabrik semen kecuali wilayah Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara," ujarnya.
Tak hanya itu, Nadi mengatakan, peningkatan permintaan semen dalam negeri masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang bisa diselesaikan.
Ia mengatakan, permintaan semen baru meningkat apabila ada pembangunan infrastruktur dan konstruksi.
"Memang PR-nya itu meningkatkan pemanfaatan semen di dalam negeri, jadi memang bisa langsung proyek-proyek pemerintah, swasta, infrastruktur dan konstruksi ini kita juga dorong agar semen ini ditingkatkan pada industri barang-barang dari semen," tuturnya.
Baca juga: Garap Proyek di IKN, Semen Indonesia Gandeng Bina Karya
Lebih lanjut, Nadi mengatakan, kegiatan ekspor industri semen nasional harus ditingkat ke sejumlah negara.
Saat ini, ekspor semen setengah jadi dan semen baru menyasar beberapa negara yaitu Bangladesh, Australia, Taiwan, Brunei Darussalam, Fiji, Malaysia, dan Timor Leste.
"Jadi baru itu negara-negara tujuan ekspor semen," ucap dia.
Untuk diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerapkan kebijakan moratorium atau pengaturan investasi baru untuk mendorong penguatan industri semen dalam negeri lantaran kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) di industri tersebut.
Baca juga: Semen Baturaja Bakal Tebar Dividen Rp 24,3 Miliar
“Upaya tersebut dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri semen di tanah air, sekaligus mendukung daya saing,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito dalam Kunjungan Kerja DPR RI di PT Semen Indonesia (Persero Tbk) di Gresik, Jawa Timur, Jumat, sebagaimana keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, dikutip dari Antara.
Warsito menjelaskan, kondisi kelebihan kapasitas industri semen terjadi hampir di seluruh wilayah, kecuali Bali-Nusa Tenggara dan Maluku-Papua.