Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Gas Naik, LNG Bakal Jadi Andalan di Era Transisi Energi

Kompas.com - 13/06/2024, 13:11 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com  - Industri gas Indonesia diprediksi akan semakin bergantung pada gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di masa mendatang. Penyebabnya, pertumbuhan permintaan gas bumi sebagai energi transisi menuju energi bersih, belum dapat diimbangi dengan penambahan pasokan gas.

Saat ini kebutuhan gas di Sumatera dan Jawa saja mencapai hampir 3.000 MMscfd. Jumlah itu akan terus meningkat menjadi sekitar 4.000 MMscfd hingga 2040.

Secara keseluruhan kebutuhan gas dalam negeri terus tumbuh dari 4.000an MMscfd mendekati 6.000an MMscfd pada 2040 yang akan dipasok melalui LNG, apalagi jika tidak ada temuan baru LNG akan didatangkan dari luar negeri.

Akibatnya, terdapat potensi Indonesia jadi net importir LNG di masa yang akan datang.

Baca juga: Dirut PLN: Perlu Kolaborasi untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi dan Perubahan Iklim

"Ini akan seperti Malaysia antara ekspor dan impor LNG bisa berbarengan. Indonesia jadi net importir untuk gas bisa tahun 2040 sekian karena produksi untuk domestik untuk ekspor, sementara demand domestik sangat tinggi," papar Senior Advisor Indonesia Gas Society (IGS) Salis S Aprillian dalam seminar bertajuk "Shifting Gas Industry in Indonesia" di Jakarta, Kamis (13/6/2024).

"Sehingga mau enggak mau LNG dibawa ke domestik alias impor. Nah, kemampuan pembeli juga harus diperhatikan. Sebab kalau terlalu mahal enggak bisa diserap domestik.
Bisnis gas Indonesia sangat bergantung pada LNG ke depannya," lanjutnya.

Baca juga: SKK Migas Sebut Transisi Energi Akan Tempatkan Peranan Gas Jadi Makin Strategis

Sementara Chairman Regulatory & Government Affairs Commitee Indonesia Gas Society (IGS) Bayu Satria Pratama menjelaskan, ke depan LNG yang diproduksikan di Indonesia Bagian Timur dapat dikirim ke Jawa Bagian Barat atau Sumatera atau diekspor jika ada kelebihan.

Dengan penurunan gas pipa dari Sumatera Selatan, LNG akan semakin dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gas di jawa barat.

"Ini yang kita bilang bisnis gas Indonesia shifting dari gas pipa Blok Corridor, Sumatera Selatan yang selama ini menjadi sumber pasokan selama bertahun-tahun untuk wilayah Jawa Barat, shifting ke LNG," kata Bayu.

"Di tahun 2024 ini PGN juga sudah mulai menggunakan LNG sebagai pasokan untuk sektor industri, sementara PLN sudah pakai LNG sejak tahun 2012 saat beroperasinya FSRU Nusantara Regas,” ujar Bayu.

Baca juga: Menteri ESDM: Keberadaan Migas Tetap Penting di Tengah Transisi Energi

Tantangan pengembangan gas di RI

Indonesia Gas Society (IGS) menggandeng Rystad menghasilkan Indonesian Gas Market White Paper yang menggambarkan kondisi industri gas bumi di Indonesia. Kajian tersebut
memaparkan tiga tantangan utama dalam pengembangan bisnis gas bumi di Indonesia.

Pertama, yakni pasokan gas eksisiting yang menurun akibat natural declining.

Kedua, keterbatasan infrastruktur menghambat monetisasi lapangan-lapangan gas yang jauh dari sumber permintaan.

Ketiga, panjangnya proses birokrasi dalam bisnis gas menyebabkan ketidakpastian waktu project dan memperburuk keekonomian.

Baca juga: Peran Gas dalam Transisi Energi Sangat Penting untuk Dampingi EBT

Untuk mengatasi tantangan itu, IGS mengusulkan sejumlah rekomendasi.

Pertama, yakni pemberian insentif untuk pengembangan infrastruktur dan pengembangan hulu migas dalam bentuk keringanan pajak, pendanaan dengan bunga rendah, public private partnership (PPP), dan mempersingkat persetujuan perizinan gas bumi.

Kedua, melakukan evaluasi menyeluruh atas kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT).

Ketiga, melibatkan seluruh stakeholders dalam penyusunan kebijakan dan aturan sehingga dapat mendukung perkembangan industri gas.

"Kami dari IGS punya tanggung jawab mendorong pengembangan gas di Indonesia dan memberikan masukan keada pemerintah untuk bisnis gas mengenai upstream, midstream dan downstream," ungkap Aris Mulya Azof, Chairman IGS, dalam acara tersebut.

 

Infrastruktur gas bumi nasional

Executive Member IGS Edi Armawira mengatakan, pengembangan bisnis gas bumi harus mempertimbangan sinergi Supply, Demand, dan Infrastruktur dan ujungnya adalah harga yang dihasilkan melalui supply chain cost.

"Konsep sinergi ini memperhatikan pertumbuhan demand sesuai target dan rencana dari sektor pengguna," kata Edi.

Untuk memenuhi kebutuhan demand tersebut, penyediaan supply dengan menggunakan infrastruktur paling efektif dan efisien menjadi pertimbangan utama, sehingga dapat memenuhi target beragam willingness to pay dari sektor pengguna.

Menurut dia, kebutuhan gas bumi secara nasional terutama di Sumatera bagian tengah dan selatan serta jawa bagian barat memerlukan tambahan gas bumi, baik melalui pipa maupun regasifikasi LNG, mulai 2024 hingga seterusnya.

"Sinergi antarsektor pengguna dari listrik, refinery, smelter, industri, dan lainnya dengan aggregator termaksud dalam merencanakan pembangunan fasilitas menjadi faktor utama keberhasilan pengembangan bisnis gas," katanya.

Berdasarkan neraca gas bumi periode tahun 2023-2032, sektor industri menjadi salah satu konsumen pengguna gas cukup besar yakni mencapai 30,83 persen. Kemudian, diikuti sektor ketenagalistrikan 11,82 persen, dan pupuk sekitar 11 persen.

Sementara untuk ekspor gas bumi dalam bentuk LNG sebesar 22,18 persen. Kemudian, melalui gas pipa sebesar 8,40 persen dengan total konsumsi pada akhir 2023 mencapai 5.868 bilion british thermal unit per day (BBTUD)

Sebagai informasi, IGS merupakan organisasi nirlaba yang dibentuk untuk mendukung pengembangan industri gas di Indonesia mulai hulu, tengah, hingga hilir yang mencakup aspek komersial, teknis, dan operasional dengan meminta masukan dari semua stake holders seperti Kementerian Eenergi Sumber Daya Manusia (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com