Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran Lembaga Keuangan Dunia akan APBN Indonesia Era Prabowo

Kompas.com - 14/06/2024, 07:40 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Meskipun demikian, Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional ADB Arief Ramayandi menilai, defisit anggaran masih dapat terjaga.

"Beban anggaran pasti ada, tapi apakah itu akan jadi mendorong fiskal defisit sampai memburuk? Saya rasa tidak terlalu," ujar dia, di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Menurutnya, Indonesia masih memiliki kemampuan fiskal yang kuat untuk membiayai program tersebut. Pasalnya, pemerintah masih memiliki ruang untuk mengerek tingkat pendapatan negara.

"Kalau dari tax ratio Indonesia masih 10 persenan, ruangnya untuk ditingkatkan masih tinggi," katanya.

Oleh karenanya, jika pemerintah mendatang mampu meningkatkan pendapatan, maka berbagai program baru bisa saja dijalankan dengan menjaga kondisi APBN. Namun pada saat bersamaan, belanja negara harus tetap dikelola dengan efektif dan efisien.

Baca juga: Prabowo Pede Pertumbuhan Ekonomi Capai 8 Persen, ADB: Berat...

Defisit APBN pertama Prabowo bakal melebar

Adapun defisit APBN 2025, memang disiapkan "melebar" oleh pemerintahan saat ini. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang disiapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam KEM-PPKF, APBN 2025 disiapkan dengan defisit mencapai kisaran 2,45 hingga 2,82 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih besar dari defisit anggaran tahun ini yang dipatok di level 2,29 persen terhadap PDB.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, pelebaran defisit itu salah satunya disebabkan oleh beban utang pemerintah yang kian meningkat. Berdasarkan data dokumen KEM-PPKF 2025, pembayaran beban utang pemerintah tercatat kian meningkat.

Pada 2024, pembayaran bunga utang ditargetkan mencapai Rp 497,3 triliun atau setara 2,18 persen terhadap PDB. Nilai itu meningkat sekitar 13,06 persen dari tahun 2023, yang realisasinya mencapai Rp 439,9 triliun atau setara 2,11 persen terhadap PDB. "Defisitnya ini kenapa 2,5-2,8 karena ada pembayaran bunga yang meningkat," kata Suharso saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Oleh karenanya, Suharso menilai, pemerintah perlu menerapkan strategi baru dalam melakukan pembiayaan anggaran. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan pembiayaan terhadap suatu proyek yang dapat menghasilkan keuntungan sehingga hasilnya bisa membayar sumber utang.

"Artinya, dia bisa secara self finance bisa membayar kembali utang-utang itu," ujarnya.

Selain beban utang yang meningkat, Suharso bilang, pelebaran defisit disebabkan oleh arah kebijakan Prabowo yang akan melanjutkan proyek-proyek era Jokowi. Dengan demikian, meski belum terdapat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) era Prabowo, pemerintah saat ini sudah menyiapkan defisit anggaran yang lebih besar.

"Presiden terpilih (Prabowo) mengusung tema keberlanjutan," kata Suharso.

Baca juga: Beda Suara Kepala Bappenas Vs Sri Mulyani soal Defisit APBN Tahun Pertama Prabowo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com