Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abraham Wahyu Nugroho
Pegawai Negeri Sipil

Pemerhati Kebijakan Publik

Perang Pengendalian Harga dari Bumi Suwarnadwipa

Kompas.com - 14/06/2024, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Diistilahkan, angka inflasi ini disebut inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Dari sisi pembentuknya, IHK terdiri dari inflasi inti, inflasi volatile food (VF), dan inflasi administered price (AP).

Di Indonesia, inflasi banyak dipengaruhi oleh inflasi pangan VF, dibanding inflasi yang bersumber AP.

Hal ini beralasan, karena umumnya inflasi AP dipengaruhi oleh harga barang atau jasa yang pergerakan harganya dikendalikan oleh kebijakan Pemerintah, misalnya BBM, listrik, tarif angkutan atau transportasi, cukai tembakau (rokok), dsb.

Sementara golongan VF seperti bahan pangan (padi, beras, bawang, atau komoditas lain) yang harga dan pasokannya dipengaruhi oleh hukum penawaran – permintaan, musim panen atau bahkan fenomena alam, seperti El Nino dan La Nina.

Genderang perang lawan inflasi

Nah, atas alasan tersebut, pemangku kebijakan seperti kementerian dan otoritas moneter memberikan perhatian penuh atas permasalahan tersebut, terutamanya inflasi VF.

Dalam payung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), pemangku kebijakan memformulasikan dan menyusun strategi, replikasi success story, serta pembahasan tantangan dan solusi dikaitkan pengendalian inflasi.

Pada Mei 2024 ini, GNPIP menabuh genderang perangnya di segenap penjuru nusantara, mulai dari Bumi Suwarnadwipa, yakni Pulau Sumatera.

Dimotori oleh sinergi lintas otoritas seperti Kemenko Perekonomian, BI, Bapanas, Kemendagri, Kementan, Bulog, serta Pemda setempat, GNPIP merumuskan penguatan daerah Sumatera sebagai lumbung pangan nasional, dan bahkan berdampingan dengan Pulau Jawa.

Saat ini produksi pangan nasional Sumatera cukup diperhitungkan. Misalnya cabai (proporsi produksi sebanyak 45 persen terhadap nasional), berturut-turut selanjutnya telur ayam (24,07 persen), padi (20,58 persen), daging ayam ras (20,39 persen), dst.

Ini membuktikan tanah Sumatera yang subur berpotensi menjadi pemain nasional. Menjadi tugas bersama agar kuantitas dan kualitas ini semakin membaik.

Namun permasalahannya beberapa provinsi di Sumatera masih sering dijumpai tingginya inflasi pangan. GNPIP yang di dalamnya berisikan Tim Pengendalian Inflasi, baik Pusat (TPIP) dan Daerah (TPID) kali ini menekankan pentingnya sinergi Kerjasama Antar Daerah (KAD).

KAD dapat mengeliminasi gangguan pasokan pangan, khususnya di wilayah Sumatera, melalui pemenuhan ketersediaan antarwaktu dan antarwilayah antara yang surplus maupun defisit.

Penekanan ini beralasan, mengingat saat ini secara KAD se-nasional terdapat sekitar 240 komitmen KAD untuk seluruh komoditas.

Dari angka tersebut, hanya 107 KAD yang terealisasi (sekitar 44 persennya saja), sedangkan sisanya tidak berlanjut.

Apabila ditelisik, kurangnya realisasi tersebut lebih karena pasokan pangan yang belum kontinu, sulitnya mencari daerah pemasok, dan tidak ada kesepakatan harga antarkedua belah pihak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com