Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelemahan Rupiah Bikin Maskapai Babak Belur

Kompas.com - 23/06/2024, 18:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat penerbangan Alvin Lie ungkap dampak pelemahan rupiah terhadap maskapai penerbangan. Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah saat ini Rp 16.450 per dollar AS.

Alvin mengungkapkan, pelemahan rupiah membuat maskapai boncos lantaran mayoritas pendapatan maskapai berupa rupiah sedangkan pengeluarannya seperti pembelian suku cadang, sewa pesawat, hingga bahan bakar dalam bentuk dollar AS atau euro.

Dampak tersebut akan semakin terasa bagi maskapai yang hanya melayani rute domestik karena seluruh pendapatan mereka dalam bentuk rupiah. Alvin bilang, maskapai ini bahkan bisa mengalami kebangkrutan.

"Dengan kurs Rp 16.400 per dollar AS dengan tren terus merosot, airlines yang andalkan route domestik makin sulit bertahan hidup," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, dikutip Minggu (23/6/2024).

Baca juga: APJAPI Keluhkan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Tak Kunjung Direvisi, Maskapai Bisa Bangkrut

Pelemahan rupiah membuat biaya operasional maskapai menjadi bengkak karena maskapai nasional masih banyak bergantung pada komponen impor.

Selain itu, harga bahan bakar avtur juga bakal naik seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang terdampak penguatan dollar AS.

Alvin melanjutkan, sejumlah maskapai kemudian akan mengandalkan pembiayaan jangka panjang untuk mengurangi dampak pembengkakan biaya akibat pelemahan rupiah. Namun kondisi ini tidak dapat berlangsung seterusnya.

Baca juga: Kian Tertekan, Rupiah Dekati Rp 16.500 Per Dollar AS

 


Di sisi lain, maskapai juga tidak dapat menaikkan harga tiket pesawat karena terpentok tarif batas atas (TBA) yang belum berubah sejak 2019.

"Valuasi aset dan earning capabilities airlines kita akan terus merosot jika tidak ada perbaikan harga jual tiket," kata dia.

Oleh karenanya, menurut Alvin, pemerintah perlu melakukan revisi TBA tiket pesawat agar maskapai nasional dapat tetap bertahan hidup di tengah pelemahan nilai tukar rupiah yang diprediksi sejumlah pihak akan melampaui Rp 16.500 per dollar AS.

"Jika tidak cepat ada kenaikan TBA, saya kawatir dalam waktu dekat akan ada airlines yang tumbang," ucapnya.

Baca juga: Menteri PUPR Akui Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak ke Proyek IKN

Sementara itu, salah satu maskapai nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, mengakui pelemahan nilai tukar rupiah membuat bisnisnya babak belur.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, industri penerbangan lebih banyak menggunakan komponen impor yang dibayar menggunakan dollar AS sehingga pelemahan rupiah tentu menyebabkan biaya operasional terkerek naik.

"Kita komponen dollarnya kan gede. Ini kalau exchange rate kursnya melemah terus kan babak belur. Kita kan income-nya banyak rupiah," ujarnya saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Baca juga: Terpukul Pelemahan Rupiah, Bos Garuda Indonesia Dorong Tarif Batas Atas Direvisi

Irfan menambahkan, secara keseluruhan, kinerja industri penerbangan tahun ini telah membaik dibandingkan saat pandemi Covid-19. Terlebih untuk Garuda Indonesia yang saat ini tengah melayani angkutan haji 2024.

Akan tetapi, pelemahan rupiah ditambah geopolitik di Timur Tengah yang tak kunjung reda tetap menjadi momok bagi industri yang berusaha bangkit kembali setelah sempat terpuruk saat pandemi Covid-19.

Oleh karenanya, dia meminta pemerintah untuk segera merealisasikan revisi TBA tiket pesawat yang tidak kunjung naik sejak 2019.

"Ini bukan industri yang marginnya gede sekali. Jadi ya cost kita coba jaga, revenue kita juga minta ada relaksasi (TBA)," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com