Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emiten Farmasi PYFA Targetkan Pendapatan Tumbuh 7 Persen Tahun Ini

Kompas.com - 25/06/2024, 05:05 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Emiten farmasi PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) menargetkan pertumbuhan pendapatan baik top line maupun bottom line 5-7 persen tahun ini.

Mengutip laporan kinerja perusahaan, pada kuartal I-2024, PYFA mencatatkan rugi bersih Rp 45 miliar atau membengkak dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, Rp 12,3 miliar.

Penurunan laba bersih terjadi karena penjualan yang menurun yakni sebesar Rp 151,6 miliar pada kuartal I-2024 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 164,8 miliar.

“Hampir seluruh farmasi melambat pertumbuhannya di kuartal pertama 2024, karena ada proses transisi dan regulasi. Selain itu, ada keterbatasan impor bahan baku. Tapi itu akan membaik pada kuartal 2-3 tahun ini dan semoga pertumbuhannya bisa 5-7 persen,” kata Direktur Pyridam Farma Paulus Widjanarko Brotosaputro di Jakarta, Senin (24/6/2024).

Baca juga: PYFA Resmi Akuisisi 100 Persen Saham Perusahaan Farmasi Australia

Paulus mengatakan, pada kuartal pertama 2024, memang terjadi penurunan pendapatan. Hal ini tidak hanya dialami oleh PYFA, namun juga beberapa emiten farmasi lainnya. Menurut dia, ini disebabkan karena ada perlambatan pertumbuhan sektor farmasi.

“Kalau double digit memang berat, karena pemerintah saja menargetkan sektor farmasi bisa tumbuh 3 persen. Kami sejalan dengan itu, dan kalau saja ekspor kami besar, di tengah menguatnya dollar AS mungkin bisa membantu,” tambah dia.

Paulus mengatakan, industri farmasi saat ini tengah dihadapkan pada tantangan mahalnya bahan baku obat (BBO). Di sisi lain, industri dalam negeri yang diharapkan mampu menekan impor BBO nyatanya masih belum optimal, sehingga harus impor.

Untuk itu, pihaknya menerapkan strategi untuk tetap bertahan di tengah bergantungnya industri farmasi dalam negeri terhadap impor bahan baku obat. Apalagi saat ini mata uang rupiah dihadapkan pada pelemahan yang cukup dalam terhadap dollar AS.


“Salah satu strategi yang kami harapkan adalah dengan konsolidasi perusahaan. Dengan begitu akan ada optimalisasi pada sektor terkait, seperti efisiensi belanja modal atau capex, efisiensi pada sumber daya manusia,” jelas dia.

Baca juga: Selama 2021, Pyridam Farma dan PYFA Group Catatkan Peningkatan Penjualan 127 Persen

 


Adapun mayoritas bahan baku obat diimpor dari China, dan sebagian kecil dari India. Dia bilang, selama tidak ada hedging di sektor farmasi, industri farmasi lokal kesulitan menkonversi harga jual.

“Bayangkan kalau stok kosong dan tidak ada hedging pasti kesulitan. Indonesia blm mandiri di dalam produksi bahan baku obat, seperti garam farmasi, hingga etanol,” ungkap dia.

“Kedepan, pemerintah harus lakukan hedging, kan enggak mungkin kita impor bahan baku obat harganya Rp 16.000, lalu jualnya Rp 15.000. Tapi, sejauh ini Kementerian Kesehatan cukup koperatif dan mau berdiskusi dengan kami,” tambahnya.

Belum lama ini, PYFA melakukan akuisisi 100 persen saham perusahaan farmasi asal Australia, Probiotec Limited atau senilai 252 juta dollar Australia. Penyelesaian transaksi bersejarah ini dilakukan pada tanggal 18 Juni 2024.

Lewat akuisisi ini, perusahaan memastikan pihaknya akan lebih mudah dalam melakukan ekspansi kedepan, termasuk memastikan pihaknya menjalankan regulasi yang ditetapkan di RI melalui BPOM. Perusahaan juga akan meningkatkan investasi untuk mesin.

Baca juga: Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com