Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Akui Harga Gas untuk Industri Tak Kompetitif

Kompas.com - 16/12/2019, 20:19 WIB
Ade Miranti Karunia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Lamhot Sinaga mempersoalkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi terhadap industri.

Pasalnya, harga gas tersebut tidak sesuai yang ditawarkan sebesar 6 dollar AS.

"Ada peraturan presiden pada Nomor 40 Tahun 2016 bahwa mengamanatkan penjualan gas untuk industri paling maksimum adalah 6 dollar AS, tetapi kenyataannya tidak seperti itu," ujarnya di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Baca juga: DPR Dorong Penurunan Harga Gas untuk Industri

Politisi dari Partai Golkar tersebut justru menyebut, harga gas Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain se-ASEAN.

Oleh sebab itu, wajar jika industri di Indonesia terhambat pertumbuhannya. Salah satunya PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang sulit memproduksi baja/besinya akibat harga gas yang tak sesuai dan membebani biaya perusahaan.

"Gas yang paling tertinggi di ASEAN adalah Indonesia sekitar 9-11 dollar AS, tidak ada yang mau beli. Saya melihat tidak ada kebijakan afirmatif terhadap industri baja," katanya.

Baca juga: Revitalisasi Pabrik Pupuk Jadi Cara Tekan Konsumsi Gas

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat transportasi, dan Elektronik Kemenperin, Harjanto menjelaskan, ada tiga faktor yang membuat industri di Indonesia sulit berkompetisi.

"Yang membuat industri kita tidak kompetitif, dari segi eksternal adalah harga energi (gas), lingkungan yang berasal dari limbah B3, dan logistic cost. Sementara, faktor internalnya karena mesin kita sudah lama," ungkapnya.

Persoalan lain dari gas, yaitu sulitnya mendapatkan energi tersebut meski harganya sesuai dengan biaya perseroan.

"Mendapatkan harga gas 6 dollar AS, tetapi pada faktanya mendapatkan harganya sesuai tetapi barangnya tidak ada," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com