Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepanjang 2020, Pembatalan Merek Paling Banyak Diajukan ke Pengadilan Niaga

Kompas.com - 29/01/2021, 13:19 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsultan Hukum sekaligus Dosen dari Universitas Tarumanegara Suyud Margono mengatakan, kebanyakan gugatan niaga yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) adalah terkait pembatalan merek.

Sepanjang 2020, ia telah menangani 10 kasus niaga pembatalan merek dari dunia usaha.

"Gugatan yang paling banyak ini baik itu saya terlibat di Pengadilan Niaga di Medan, Surabaya, Semarang, apalagi Jakarta Pusat, untuk tahun 2020 saja tidak kurang dari sepuluh untuk memberikan keterangan. Ini pada umumnya gugatan pembatalan," kata Suyud dalam diskusi Bedah Kasus Sengketa HKI merek Ayam Geprek, yang ditayangkan secara virtual, Jumat (29/1/2021).

Baca juga: Kronologi Perebutan Merek Pasta Gigi Strong Unilever Lawan Orang Tua

Namun, pembatalan merek tersebut menurutnya terdapat pembatasan waktu yakni maksimal lima tahun sejak didaftarkan kasus niaga itu.

"Gugatan pembatalan itu ada batas waktunya lima tahun. Tapi lima tahun itu juga repot. Hampir semua gugatan pembatalan merek, baik di Medan, Jakarta Pusat, Semarang, Surabaya berdasarkan registration," ujar dia.

Selain itu, Suyud juga memaparkan sejumlah penyebab perselisihan, sengketa, atau perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Pertama, terkait ketidakjelasan status kepemilikan merek.

"Ini macam-macam, karena mungkin ada yang dianggap merek dari luar berupa logo tetapi tidak diketahui di sini. Kemudian, dari sini didaftarkan, akhirnya terjadi ketidakjelasan status," jelas dia.

Baca juga: Bagaimana Cara Mendaftarkan Hak Merek untuk UMKM?

Kedua, penggunaan HKI atau merek tanpa seizin pemilik atau pemegang hak lisensi.

Suyud mencontohkan kasus penggunaan merek tanpa seizin lisensi adalah barang-barang dengan logo dan nama produk yang sama, tetapi kualitas di bawah standar.

"Karena dia menggunakan misalnya, produk jam tangan tetapi pelanggaran. Itu juga tidak saja merugikan pemilik merek dari principal dari negara luar atau pemilik lokal, tetapi juga pemilik lisensinya," ujar Suyud.

"Jadi, pemilik lisensi ini sudah bayar lumayan mahal dari luar ataupun dari lokal juga ini dirugikan. Karena produk barangnya beredar di masyarakat. Orang bilang adalah produk Kw tiga atau Kw empat," sambung dia.

Ketiga, tidak terpenuhinya perjanjian lisensi merek.

Baca juga: Sengketa Merek Pasta Gigi dengan Orang Tua, Unilever Ajukan Kasasi

Menurut Suyud, ini terkait dengan pelanggaran kontrak (breach of contract) dengan pemilik merek sebelumnya yang sudah tidak berlaku lagi menyandang nama atau logo tersebut.

"Bisa jadi pemiliknya sudah tidak valid lagi. Tetapi masih menjalankan bisnis atau usaha. Ini merugikan pemilik merek. Wong sudah habis masa berlakunya, dia masih menjalani kegiatan usaha tanpa seizin pemilik merek," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com