Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Dalam 2 Tahun Terakhir, Mentan SYL Klaim Kementan Tak Rekomendasikan Impor Beras

Kompas.com - 26/08/2021, 10:31 WIB
Alifia Nuralita Rezqiana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) memberikan tanggapan atas isu impor beras yang merebak di masyarakat baru-baru ini.

Ia menekankan, dalam dua tahun terakhir, Kementerian Pertanian (Kementan) tidak memiliki catatan rekomendasi impor beras yang keluar dari kantornya.

Hal tersebut disampaikan Mentan SYL dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/8/2021).

“Sampai sejauh ini di kami tidak ada catatan yang menyetujui importasi. Bahkan Presiden sendiri mempertegas bahwa beliau tidak setuju terhadap importasi,” tegasnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (26/8/2021).

Mentan SYL memaparkan, saat ini Indonesia masih memiliki stok beras kurang lebih tujuh juta ton. Jumlah ini masih bisa bertambah seiring panen raya di sejumlah daerah yang terus berlangsung.

Baca juga: Gelar Doa Bersama, Mentan SYL Minta Rakyat Tak Khawatirkan Stok Pangan

“Produktivitas kita mencukupi dan sangat melimpah, di mana stok beras kita cukup, bahkan over stok untuk kebutuhan (periode) 2020-2021,” ujarnya.

Adapun berdasarkan data statistik yang sudah melalui uji teknologi di Kementan, dapat disimpulkan bahwa 12 komoditas utama pada masa pandemi, termasuk kebutuhan beras, masih dalam kondisi aman dan terkendali.

Pada kesempatan tersebut, Mentan SYL menegaskan pula bahwa stabilitas harga pangan merupakan ranah institusi lain di luar Kementan.

“Saya hanya ingin mempertegas bahwa Kementan itu adalah budidaya dan produktivitas. Sementara stabilisasinya tidak pada kami. Namun kami bisa melakukan intervensi kalau memang ada panen yang berlebih di satu daerah untuk di transfer ke daerah lain yang defisit,” jelasnya.

Baca juga: Tingkatkan SDM Pertanian, Kementan Gelar Pelatihan untuk Petani

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan, setiap kegiatan impor harus mengantongi rekomendasi dari Kementerian terkait.

“Kalau tidak ada surat dan persetujuan impor (beras) berarti itu kemungkinan besar untuk industri, dan dikeluarkannya (surat) atas dasar rekomendasi Kementerian Perindustrian. Biasanya seperti itu,” ujar Sudin.

Ia mengatakan, impor beras yang dimaksud kemungkinan besar adalah beras pecah atau beras matik dari Korea dan Jepang.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Johan Rosihan mengatakan, Kementan harus diberi hak jawab, agar isu impor beras tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Baca juga: Soal Vaksin Mandiri, Anggota Banggar DPR: Yang Gratis Saja Masih Tipis Bu, Apalagi yang Bayar...

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Edward Tanur mengatakan, upaya Kementan untuk meningkatkan produktivitas harus didukung.

“Kalau soal impor, itu tinggal ditanyakan saja ke Badan Pusat Statistik (BPS), betul apa tidak? Jadi, yang ngawur (asal memberitakan) itu harus kita cari dan jangan ada fitnah,” tegas Edward.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com