Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Banyak TKA China di Proyek Smelter, RI Berpotensi Kehilangan Rp 3,7 Triliun Per Tahun

Kompas.com - 02/03/2022, 20:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studi (Iress), Marwan Batubara mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 3,7 triliun per tahun akibat banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) di proyek smelter dengan investor China.

Jumlah tersebut menurut dia, dihitung dari banyaknya potensi yang hilang dari Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA).

DKPTKA merupakan kompensasi yang harus dibayar oleh Pemberi Kerja TKA atas setiap TKA yang dipekerjakan sebagai penerimaan negara bukan pajak atau pendapatan daerah.

Baca juga: Smelter Timbal ZINC Mulai Uji Coba Produksi

"Ada sekitar 5.000 TKA per smelter. Di Indonesia ada sekitar 20 smelter China. Dari satu smelter ada potensi kehilangan Rp 185 miliar per tahun. Jadi, kalau ditotal Indonesia bisa kehilangan Rp 3,78 triliun per tahun," urai dia pada Rabu, (2/3/2022).

Lebih lanjut, Marwan bilang pendapatan TKA China berkisar antara Rp 25 juta sampai Rp 40 juta. Namun, besaran tersebut dibayarkan di China. Dengan begitu, Indonesia sudah kehilangan manfaat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

"Perputaran ekonomi di Indonesia tidak ada. Mereka tidak membayar iuran untuk visa kerja, tetapi visa kunjungan," katanya.

Dalam diskusi "Kupas Tuntas Seputar Manipulasi Investor China di Indonesia", Marwan mengatakan, pemerintah seakan memberikan izin yang memudahkan TKA untuk bekerja di Indonesia. Smelter China yang mengolah nikel menurut dia, mendapatkan banyak fasilitas.

Smelter nikel milik China ini selain mempekerjakan TKA China juga mendapatkan tax holiday dari pemerintah. Tax holiday adalah fasilitas pajak kebebasan pembayaran pajak penghasilan badan dalam periode tertentu kepada perusahaan yang baru berdiri.

Baca juga: Kenapa Banyak TKA China di Proyek Smelter? Ini Jawaban Luhut

Selain itu sebut dia,  smelter ini juga dikenakan bebas pajak ekspor dan pajak penghasilan pasal 21.

Marwan mengatakan, pihaknya telah menginformasikan ke Presiden dan DPR mengenai kasus ini. Ia bilang, pelanggaran yang terjadi sudah dilihat setahun yang lalu sampai saat ini.

"Gugatan kita pasti ke pemerintah dulu, baru ke perusahaannya itu. Kami menjelaskan kalau ini melanggar konstitusi. Masalahnya pemerintah tidak melakukan apa-apa," kata dia.

Ia menyayangkan hal tersebut. Sebab, tenaga kerja Indonesia tidak banyak diserap.

Baca juga: Smelter di Bangka Berencana Produksi Titanium

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com