Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Hal Ini Jadi Penyebab Maraknya Pertambangan Ilegal di Daerah

Kompas.com - 25/07/2022, 14:40 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com – Kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) di sejumlah daerah di Indonesia kembali marak. Aktivitas tambang ilegal ini kian meningkat dipicu harga komoditas mineral dan batu bara yang terus menguat dalam setahun terakhir.

Menurut Ahmad Redi, pakar hukum pertambangan, ada sejumlah penyebab mengapa pertambangan ilegal kembali marak saat ini. Sejumlah penyebab tersebut, disebutkannya sebagai berikut. 

“Adanya pembiaran dari pihak berwenang, kurangnya pengawasan, dan kurangnya fasilitasi perizinan. Itu penyebabnya,” kata Redi di Jakarta, melalui keterangannya, Senin (25/07/2022).

Dia menambahkan, perizinan tambang rakyat saat ini masih sulit karena belum optimalnya komitmen dari pemerintah daerah dalam menetapkan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Khusus IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

"Maraknya aktivitas PETI tidak bisa dilepaskan dari nilai ekonomi yang didapat oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal tersebut," lanjut Redi yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, tersebut.

Baca juga: Pemerintah Temukan 2.700 Lokasi Pertambangan Ilegal, Terbanyak di Sumatera Selatan

Merugikan lingkungan sekitar dan negara 

Dalam praktiknya PETI bisa bermacam-macam. Pelaku ada yang memanfaatkan area hutan lindung dan hutan produksi, ada juga yang melakukannya di lahan yang termasuk wilayah izin usaha pertambangan milik perusahaan. Bahkan, ada juga PETI yang dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulai kecil.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dirilis beberapa waktu lalu menyebutkan, hingga kuartal III 2022 terdapat lebih dari 2.700 lokasi (PETI) di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 2.600-an lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi merupakan tambang batu bara.

Kondisi tersebut merugikan banyak pihak. Selain potensi kerusakan wilayah karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah lingkungan dan aspek Kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan (HSSE), PETI juga merugikan negara karena pelaku tidak menyetor royalti maupun pajak.

“Padahal, SDA yang ada di bawah permukaan tanah merupakan kekayaan yang dikuasai negara sehingga untuk dapat diusahakan perlu mendapat perizinan dari pihak yang berwenang,” kata Redi.

Baca juga: Pansus Ibu Kota Negara Baru Anggap Pertambangan Ilegal di Kaltim Jadi Ancaman

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com