Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Ungkap Alasan Tingginya Dana Pemda yang Mengendap di Bank

Kompas.com - 28/07/2022, 15:15 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

SENTUL, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan masih banyaknya dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan. Hingga akhir Juni 2022, dana pemda mengendap di bank mencapai Rp 220,9 triliun, menjadi yang tertinggi dalam 6 bulan terakhir.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti mengungkapkan, ada sejumlah alasan dibalik banyaknya dana pemda mengendap di bank. Salah satunya, pola belanja yang tidak berubah yakni baru gencar menggunakan anggaran ketika mendekati akhir tahun.

"Daerah ini masih belum melakukan perubahan dari segi pola belanja. Kalau dilihat dari saldo di bank, itu biasanya duitnya paling tinggi di bulan Oktober, jadi ini nanti masih naik sampai Oktober. Lalu nanti bulan November-Desember baru turun," ungkapnya dalam media gathering di Sentul, Bogor, Kamis (28/7/2022).

Baca juga: Dana Pemda Rp 200 Triliun Ngendap di Bank, Kemendagri Bakal Panggil Sekda

Selain pola belanja, persoalan yang juga menyebabkan menumpuknya dana pemda di bank adalah daerah yang belum merampungkan kontrak lelang terkait sejumlah proyek.

Ia mengungkapkan, sering kali ketika melakukan tinjauan langsung ke pemda yang memiliki dana mengendap cukup tinggi, hasilnya didapatkan karena kontrak yang belum rampung sehingga belanja pun tidak bisa dilakukan.

"Yang paling jelek (daerah yang dana mengendapnya tinggi) itu kami samperin, kami punya tim buat datengin dan tanya 'masalahnya apa sih? kok enggak belanja-belanja?' Begitu kami cek ternyata kontraknya belum," jelas dia.

Astera menilai, untuk mengatasi persoalan dana pemda mengendap di bank diperlukan reformasi secara struktural. Ia menjelaskan, dalam menyelesaikan sebuah proyek di tingkat daerah maka akan mencakup tiga unit.

Terdiri dari perencanaan dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), kemudian pengerjaannya akan dilakukan oleh pihak dinas, sementara pencairan anggarannya dilakukan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Baca juga: Kesal Dana Pemda Mengendap, Sri Mulyani Sindir Gubernur dan Wali Kota: Bapak Ibu Memimpin, Bukan Dituntun Anak Buah...

"Nah ini kadang-kadang enggak nyambung antara ketiga ini," imbuhnya.

Menurut Astera, pihaknya bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mendorong agar belanja daerah bisa optimal, tak hanya mengendap di perbankan. Ia berharap, bisa ada satu pihak yang mampu mensinergikan ketiga instansi tersebut agar proses perencanaan hingga pengerjaan proyek bisa dipercepat.

"Kami dengan Kemendagri sudah bekerja keras untuk mendorong belanja daerah. Ini kami sedang perbaiki dengan supaya ada percepatan," katanya.

Oleh sebab itu, Astera pun menekankan, perlu adanya reformasi struktural untuk mengatasi permasalahan dana pemda mengendap di bank, mulai dari perbaikan pola belanja hingga tahapan dalam menyusun perencanaan hingga mengeksekusi proyek.

"Pola belanja ini harus dilakukan reformasi secara struktural, bagaimana daerah bisa mempercepat kontrak. Kontrak ini kan bisa cepat kalau perencanaannya cepat. Jadi bukan hanya masalah SDM (sumber daya manusia), tapi masalah yang struktural," tutup dia.

Baca juga: Dana Pemda Mengendap Rp 202,35 Triliun di Bank, Tertinggi di Jawa Timur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com