Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salahkah Orang Kaya Pakai BPJS Kesehatan? DJSN: Sudah Jelas Amanat JKN Itu Gotong Royong

Kompas.com - 26/11/2022, 12:30 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menanggapi pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin yang mengusulkan orang kaya tak pakai BPJS Kesehatan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) lantas merespons jika pemerintah perlu mengubah undang-undang apabila meminta masyarakat menegah ke atas wajib menggunakan asuransi kesehatan swasta.

Menurut YLKI, pemerintah tidak bisa tiba-tiba meminta masyarakat golongan tersebut untuk menggunakan asuransi kesehatan swasta agar mengurangi beban biaya BPJS Kesehatan.

"Menkes enggak paham undang-undang, bahkan enggak paham konstitusi. Kalau mau begitu konsepnya, ya ubah dulu undang-undangnya, bahkan ubah dulu konstitusi," Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/11/2022).

Baca juga: Menkes Minta Orang Kaya Tidak Pakai BPJS Kesehatan, YLKI: Kalau Gitu Ubah Dulu UU-nya

Bagaimana tanggapan DJSN? 

Menanggapi pernyataan Menkes dan respons YLKI tersebut, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sudah jelas mengamanatkan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan dengan prinsip sosial dan ekuitas.

Artinya, program JKN ini dijalankan dengan gotong royong di mana terjadi mekanisme subsidi silang antara yang sehat membantu yang sakit, yang muda membantu yang tua, dan yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, termasuk juga yang kaya membantu yang miskin dan kurang mampu.

Selain itu, kepesertaan JKN bersifat wajib bagi seluruh penduduk dan tidak ada mekanisme selektif. Pemerintah sudah menargetkan pada tahun 2024 Indonesia mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan mencapai 98 persen penduduk menjadi peserta JKN.

Baca juga: BPJS Watch: Bukan Melarang, Seharusnya Menkes Ajak Orang Kaya Segera Daftar BPJS Kesehatan

Yang mampu boleh bayar selisih biaya

Salah satu upaya penting yang sudah dilakukan Pemerintah untuk mengejar target UHC tersebut dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Program JKN.

Namun dalam regulasinya, bagi peserta dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas diperbolehkan meningkatkan haknya dengan membayar selisih biaya.

"Selisih biaya tersebut dapat dibayarkan oleh peserta yang bersangkutan, pemberi kerja, maupun Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) bagi peserta yang memiliki asuransi swasta," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (26/11/2022).

Baca juga: Menkes Sindir Orang Kaya Berobat Dibayari BPJS, Memangnya Salah?


Ke depan, dia bilang, DJSN berharap terdapat perbaikan mekanisme Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) antara BPJS Kesehataan dengan AKT yang lebih baik, tanpa meninggalkan kewajiban peserta yang memiliki AKT tetap menjadi peserta BPJS Kesehatan, karena salah satu prinsip JKN adalah kepesertaan yang bersifat wajib.

"Perbaikan pelaksanaan KAPJ diharapkan dapat menjadi peluang untuk peningkatan kepesertaan aktif dan perbaikan kepuasan peserta JKN," ucapnya.

Baca juga: Menkes Pastikan Iuran BPJS Kesehatan Tidak Naik hingga 2024

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com